PEMBAHASAN
2.1 Kajian Teori Terkait Konflik Tionghoa dan Pribumi pada Tahun 1972-1998
Membahas mengenai teori, sebelumnya teori itu memiliki definisi tersendiri. Teori ialah beberapa pernyataan yang telah terkumpul dan disusun secara sistematis. Pada dasarnya, teori harus mengandung sebuah konsep, definisi ataupun pernyataan yang logis dan teoritis terhadap konsep tersebut. Konflik sendiri juga memiliki makna sebuah pertengkaran atau perselisihan. Secara sosiologi, konflik ialah sebuah pertentangan yang secara terbuka antar individu, antar kelompok ataupun antar bangsa. Dengan begitu bisa disimpulkan bahwa teori konflik adalah suatu pernyataan yang telah dikumpulkan mengenai konflik yang terjadi di lingkungan masyarakat.
Jika dilihat dalam perspektif sosiologi, kasus yang saya ambil ini berkaitan dengan teori konflik. Dimana teori konflik disini memandang bahwa perubahan-perubahan sosial terjadi bukan karena penyesuaian nilai-nilai dalam masyarakat yang membawa perubahan, tetapi melalui sebuah konflik yang terjadi pada suatu daerah hingga akhirnya dapat mengubah kondisi daerah tersebut. Dalam konflik antara etnis Tionghoa dengan masyarakat Pribumi di Surakarta terlihat bahwa perubahan yang terjadi di daerah tersebut disebabkan karena adanya sebuah konflik. Konflik yang semula terjadi antara individu dengan individu yang kemudian meluas hingga menimbulkan banyak kerugian di berbagai sektor.
Â
2. 2 Penyebab Terjadinya Konflik Tionghoa dan Pribumi di Surakarta pada Tahun 1972-1998
Konflik Tionghoa dengan pribumi ini terjadi karena disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya seperti berikut.
     1. Adanya provokasi hingga terbentuk mobilisasi masa
Konflik antara Tionghoa dengan Pribumi ini terjadi pada tahun 1972. Saat itu terbentuk mobilisasi massa ketika tiba-tiba tersebar berita bahwa ada tukang becak yang terbunuh oleh warga keturunan Arab. Keesokan harinya seluruh tukang becak yang ada di Surakarta berkumpul di lokasi kejadian tersebut karena ada yang memprovokasi agar memprotes si pelaku pembunuhan tersebut.
Mobilisasi masa juga menjadi salah satu hal yang menyebabkan membesarnya suatu konflik yang terjadi pada tahun 1980 dengan lokasi yang masih sama, yaitu di Surakarta. Pada peristiwa tersebut terbentuk mobilisasi masa yang disebabkan karena adanya provokasi oleh Pipiet sebab tidak terima atas penyerangan yang menipanya, lalu Pipiet mengumpulkan sekitar 50 orang teman sekolahnya untuk berdemo di jalan Urip Sumoharjo (Wasino, 2006: 65).
Pada tahun 1998, sejumlah mobilisasi massa sudah terjadi ketika ada aksi damai di UMS. Saat itu, aksi dari para mahasiswa ini sangat sulit diredan oleh apadat keamanan (kepolisian) sehingga mereka keluar kampus, ketika itu justru semakin banyak massa yang berkumpul. Selain itu juga ada provokasi dari warga itu sendiri untuk membakar rumah-rumah orang China. Dari Ajakan-ajakan tersebut akhirnya banyak warga berkumpul dan bergerak menuju pusat kota Surakarta.