Mohon tunggu...
Pudji Prasetiono
Pudji Prasetiono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Perjalanan serta penjelajahan ruang dan waktu guna mencari ridho Illahi

Budaya, culture sosial dan ciri keberagaman adalah nilai. Alam terbentang dan terhampar elok sebagai anugerah Illahi. Buka mata dengan mata-mata hati. Menulis dengan intuisi.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pemilu dengan Kampanye Cerdas dan Berbudaya

1 April 2019   22:16 Diperbarui: 1 April 2019   22:25 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi lampost.co

Kampanye merupakan salah satu rangkaian proses pemilu yang dilalui sebelum acara pemilihan atau pencoblosan dibilik suara guna memilih salah satu calon pemimpin presiden atau anggota parlemen.

Dikesempatan kali ini bangsa kita, Indonesia, akan mencatatkan sejarah untuk kali pertama mengadakan pemilu serentak, yaitu proses pemilihan pilpres dan pemilihan calon legislatif secara bersamaan.

Pada proses demokrasi yang lalu, pemilihan calon legislatif dipilih terlebih dahulu, setelah selang beberapa bulan baru dilaksanakan proses pemilihan presiden. Seperti yang dilakukan pada proses pemilu pada tahun 2014 lalu.

Untuk pemilu tahun 2019 Indonesia mencoba sebuah format baru, yaitu pemilu serentak atau pemilihan secara langsung bersama pemilihan legislatif dan eksekutif. Dengan metode dan pola seperti ini negara bermaksut untuk memangkas jalur, baik birokrasi, waktu serta biaya pemilu agar lebih hemat dan efisien.

Efektif, efisien dan hemat mungkin bisa tercapai dan benar sesuai dengan maksut dan tujuan nya. Namun secara birokrasi apakah bisa menjadikannya menjadi lebih sederhana?. Harus nya jika dipandang dari sudut birokrasi menjadikan proses pemilihan itu menjadi simple dan sederhana, namun pada kenyataan nya tidaklah sesimple yang diperkirakan.

Hal paling terasa dan terlihat yang bisa kita rasakan saat menjelang hari "H" pemilihan yang sekitar dua mingguan lagi, 17 April 2019, adalah tensi politik yang cenderung memanas, bahkan memang panas dan denyut ini kurang disadari sebelum nya.

Proses berlangsung nya masa kampanye yang terlalu panjang menjadi salah satu sebab tensi politik memanas yang paling bisa dilihat sebelum dilakukan proses koreksi lebih jauh dan mendalam dikemudian hari.

Selain proses koalisi dari berbagai partai serta penentuan calon presiden beserta wakil presiden, masa kampanye merupakan masa yang paling krusial disamping memang sebagai salah satu tahapan proses pemilu yang penting.

Proses kampanye merupakan proses yang bersinggungan langsung dengan masyarakat atau warga sebagai calon pemilih sebelum menentukan pilihan pada hari pencoblosan.

Proses kampanye merupakan proses yang tidak semata-mata dimana capres maupun cawapres ataupun calon kandidat menyampaikan visi maupun misi yang nanti akan ia emban dan kembangkan jikalau ia terpilih menjadi seorang pemimpin ataupun seorang legislatif di kursi DPR.

Tapi kampanye merupakan bagaimana cara seorang calon ataupun kandidat dalam "merenggut" simpati dari para calon pemilih atau masyarakat didapil masing-masing ataupun di daerah pelosok negeri sehingga bisa masuk dan tertarik dalam lingkup nya, berikut nya memberikan dukungan serta suara nya. Lepas dari bagaimana calon pemilih bisa memahami atau menerima, baik itu visi maupun misi yang ditawarkan maupun yang disampaikan oleh seorang kandidat.

Karena untuk memahami visi dan misi yang ditawarkan serta disampaikan dari masing-masing kandidat membutuhkan sebuah pemahaman serta pengamatan yang jeli dan tentu nya tidak semua masyarakat bisa memahami serta menyerap semua maksut dari sebuah visi dan misi yang disampaikan tersebut.

Untuk kalangan masyarakat dilevel bawah tentu nya tidak membutuhkan itu, namun mereka lebih banyak membutuhkan sebuah "rangkulan" baik itu dari sebuah program ataupun langkah nyata yang bisa membuat mereka berbalik bersimpati dan mempercayai serta berjalan bersama dan bersinergi.

Seorang petahana tentu lebih banyak dan lebih bisa menunjukkan sebuah program-program kongkret dan nyata kepada calon pemilih untuk memillih merekah kembali pada periode berikut nya, karena pada dasar nya mereka lebih tahu "medan" dan permasalahan yang sedang berkembang dimasyarakat dalam skala global.

Namun sebalik nya, seorang kandidat penantang atau oposisi harus lebih bisa memberikan simpati serta keyakinan yang jauh lebih besar kepada masyarakat agar bisa berada di posisi nya. Seorang kubu oposisi harus lebih pandai mengkritisi program-program yang telah dibuat dan dijalankan oleh kubu petahana sehingga bisa memberikan program-program yang jauh lebih baik kedepan lewat visi dan misi nya untuk "menjegal" kemajuan kubu petahana.

Menjadi seorang oposisi atau penantang pada dasar nya harus lebih banyak mengedepankan citra dan simpati yang positif kepada masyarakat serta keyakinan bahwasanya dia bisa lebih baik dan jauh lebih baik dari calon petahana untuk melanjutkan kepemimpinan pada periode berikut nya.

Sekalipun "mungkin" pada dasar nya kapasitas dalam memimpin kubu oposisi juga dirasa kurang kompeten dan kredibel dalam memimpin dibandingkan kubu petahana yang sedang berkuasa, maka dengan mengedepankan citra dan simpati setidak nya kekurangan itu bisa tertutupi. Karena sudah bisa dipastikan kubu oposisi belum bisa memberikan sebuah bukti suatu hasil atau sebuah bentuk keberhasilan nyata sebuah program-program yang ia tawarkan.

Kampanye Cerdas, Santun dan Berbudaya

Sebuah simpati dan keyakinan dari calon pemilih bisa ditimbulkan dengan banyak cara, melalui berbagai macam bentuk kampanye cerdas, santun dan berbudaya.

Aspek seperti inilah yang seharus nya lebih banyak dikedepankan oleh kubu penantang atau kubu oposisi dalam menggeser kubu petahana untuk menggantikan kepemimpinan nya diperiode berikut nya.

Cara-cara seperti inilah yang harus dikedepankan dan dipikirkan dari setiap aspek dan sisi dari kubu penantang.

Jika seorang kubu penantang melakukan cara-cara yang menyimpang dari berbagai aspek diatas, maka jangan berharap banyak kepada masyarakat selaku calon pemilih untuk melirik apalagi memilih nya sebagai pemimpin baru.

Bagaimana bisa "black campaign" diterapkan untuk menggeser posisi dari kubu petahana. Bagaimana bisa cara-cara tidak cerdas dan terkesan kurang santun yang diterapkan dalam pola-pola kampanye bisa "merekrut" dan merebut hati rakyat.

"Black Campaign" dengan menebar berbagai hoax, berita bohong dan sejenis nya akan dengan sendiri nya "menjegal kaki" mereka diatas "pusaran" sendiri.

Metode-metode tersebut dengan sendiri nya akan menjauhkan mereka dari simpati masyarakat bahkan pada masyarakat pada level bawah sekalipun.

Contoh kasus hoax "Ratna Sarumpaet" diawal masa kampanye sudah menjadi "kaki penjegal" terbesar yang menjatuhkan dengan telak kubu oposisi atau penantang untuk melangkah lebih jauh dalam proses merebuat hati suara rakyat.

Begitu pula dengan aksi-aksi model kampanye yang amat kurang santun. Beredar nya logo calon kandidat dari kubu petahana, capres no urut 1, di logo kondom sebagai alat pengaman dalam berhubungan intim merupakan contoh lain  black campaign yang sangat fatal.

Hal tersebut bukan malah menjatuhkan kubu petahana sebagai kandidat yang harus disingkirkan dan di "tenggelamkan" , namun black campaign model seperti itu  malahan bisa "menenggelamkan" kubu sendiri dan berujung pada pidana bagi sang pelaku.

Masih banyak contoh-contoh black campaign lain yang terjadi dalam proses penyelenggaraan pemilu kali ini yang bisa disebutkan. Apakah masih layak kubu oposisi selaku penantang untuk melaju lebih jauh lagi?, dengan menerapkan metode dan model kampanye yang berbau black campaign seperti di atas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun