Bagaimana bisa "black campaign" diterapkan untuk menggeser posisi dari kubu petahana. Bagaimana bisa cara-cara tidak cerdas dan terkesan kurang santun yang diterapkan dalam pola-pola kampanye bisa "merekrut" dan merebut hati rakyat.
"Black Campaign" dengan menebar berbagai hoax, berita bohong dan sejenis nya akan dengan sendiri nya "menjegal kaki" mereka diatas "pusaran" sendiri.
Metode-metode tersebut dengan sendiri nya akan menjauhkan mereka dari simpati masyarakat bahkan pada masyarakat pada level bawah sekalipun.
Contoh kasus hoax "Ratna Sarumpaet" diawal masa kampanye sudah menjadi "kaki penjegal" terbesar yang menjatuhkan dengan telak kubu oposisi atau penantang untuk melangkah lebih jauh dalam proses merebuat hati suara rakyat.
Begitu pula dengan aksi-aksi model kampanye yang amat kurang santun. Beredar nya logo calon kandidat dari kubu petahana, capres no urut 1, di logo kondom sebagai alat pengaman dalam berhubungan intim merupakan contoh lain  black campaign yang sangat fatal.
Hal tersebut bukan malah menjatuhkan kubu petahana sebagai kandidat yang harus disingkirkan dan di "tenggelamkan" , namun black campaign model seperti itu  malahan bisa "menenggelamkan" kubu sendiri dan berujung pada pidana bagi sang pelaku.
Masih banyak contoh-contoh black campaign lain yang terjadi dalam proses penyelenggaraan pemilu kali ini yang bisa disebutkan. Apakah masih layak kubu oposisi selaku penantang untuk melaju lebih jauh lagi?, dengan menerapkan metode dan model kampanye yang berbau black campaign seperti di atas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H