Mohon tunggu...
Pudji Prasetiono
Pudji Prasetiono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Perjalanan serta penjelajahan ruang dan waktu guna mencari ridho Illahi

Budaya, culture sosial dan ciri keberagaman adalah nilai. Alam terbentang dan terhampar elok sebagai anugerah Illahi. Buka mata dengan mata-mata hati. Menulis dengan intuisi.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Kue kering dan Harapan Lebaran Esok

3 Juni 2018   22:09 Diperbarui: 3 Juni 2018   22:28 766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Dok. Pri)

Bel sekolah sudah berbunyi, tanda jam istirahat telah tiba. Tanpa dikomando, semua murid berhamburan keluar ruangan kelas masing-masing.

Sebagian sibuk bermain dengan teman segenk kelas, sebagian menikmati cemilan, serta kue-kue yang telah mereka beli dikantin sekolah.

Sayapun tidak ketinggalan, bergegas langsung menuju kantin sekolah dan sesegera ikut melayani anak-anak yang berjubel dalam kantin yang akan jajan membeli kue, minuman atau nasi untuk mengisi jam istirahat mereka.

Berbagai macam cemilan, kue-kue berfariasi dan nasi yang sesuai dengan budget anak sekolahan paling banyak dijual dikantin koperasi sekolah.

 Kantin sekolah itu memang serbaguna, bermodel ala warung yang dipadu koperasi sekolah didalamnya. Namun dengan kondisi bersih, rapih dan higienis tetap terjaga. Dikantin sekolah itu pula tempat ibu saya berjualan.

Saat jam istirahat tiba, tidak ada kegiatan lain selain bergegas menuju kantin. Membantu melayani teman-teman satu sekolah atau sekolah lain yang masih dalam satu komplek yang akan jajan  dikantin.

Waktu bermain saat jam istirahat harus saya abaikan, karena waktu tersebut harus saya luangkan untuk membantu ibu berjualan, dikantin yang sekaligus tempat saya bersekolah. Sementara kakak-kakak saya bersekolah ditempat lain, sebagian sudah duduk dibangku SMP dan SMA.

Baru duduk dibangku kelas dua SD saat pertama kali ibu saya berjualan dikantin dimana saya juga bersekolah Kadang saya sedikit malu di saat ada salah satu atau beberapa guru yang kebetulan membeli nasi saat jam istiraat dan menyapa saya, kalua sudah begitu saya hanya bisa tersenyum dengan sedikit tingkah yang kikuk.

Tapi tidak demikian jika melayani teman sekelas atau teman satu sekolahan. Kikuk dan canggung harus saya buang jauh-jauh karena memang begitulah adanya, penghasilan keluarga hanya dari berjualan di kantin koperasi sekolah tersebut.

Saya bisa berkegiatan normal, bersekolah dan belajar tanpa ikut membantu berjualan hanya pada saat bulan ramadhan berlangsung seperti saat sekarang ini.

Namun keadaan itu tidak membuat saya menjadi senang!. Karena kantin sekolah juga harus libur selama sebulan, sepanjang bulan Ramadhan. Tidak boleh berjualan selama bulan ramadhan. Mengikuti intruksi keras aturan sekolah yang tidak boleh dilanggar.

Terima pesanan nasi dan kue kering lebaran menjadi episode baru saat bulan puasa ramadhan berlangsung, begitu juga dengan kegiatanku, megikuti agenda kegiatan baru tersebut.

Waktu bermain saya tidak banyak, setelah sekolah saya sisikan membantu membuat kue-kue pesanan. Apa saja yang saya bisa saya lakukan "Just Do It ", begitulah motto yang harus saya terapkan. Karena memang pekerjaan itu lebih cenderung kearah pekerjaan seorang perempuan, sementara saya laki-laki

Tidak masalah dan tidak menjadi soal bagiku mengerjakan hal layaknya pekerjaan perempuan, karena chef dan koki restaurant hotel juga kebanyakan laki-laki, hiburku dalam hati, demi sebatas pemacu motifasi agar tetap kuat menjalani pekerjaan model seperti itu tanpa bimbang dan canggung.

Sebagai seorang anak-anak, waktu bermain itu tetaplah ada. Waktu bermain paling oke dan paling bisa dimanfaatkan adalah selepas sahur setelah subuh. Selebihnya tidak bisa saya dapatkan karena harus membantu memenuhi pesanan-pesanan kue kering buat lebaran.

Era pada saat itu masih banyak model permainan yang bisa dimainkan, dan sebagai anak-anak begitu senang memanfaatkan sebaik baik waktu tersebut untuk bermain.

Permainan anak-anak diera 90an hingga 2000an masih sangat variatif, menarik dan menghibur. Permainan tradisional seperti, Bakiak, Bentengan, Petak Umpet, Lompat Tali merupakan salah satu permainan yang melegenda di era nya.

Dimana permainan-permainan tradisional itu sekarang? Permainan tradisional tersebut hanya tinggal kenangan. Anak zaman milenial era sekarang tidak memainkan permainan-permainan tersebut.

Mereka kini hanya sebatas mendengar cerita nya saja, mendengar lewat film, buku cerita ataupun media social lewat sharing dan sebaganya.

Anak di era milenial sekarang cuman mengenal smart phone sebagai benda ajaib yang bisa menghibur dan merubah segalanya. lewat game-game yang terinstal digadget masing-masing yang semakin menjangkiti dan tidak bisa lepas olehnya.

Sekalipun terkesan jenuh dengan keadaan tersebut untuk ukuran anak-anak, tapi sama sekali tak pernah diriku menjadi pantang arah dan putus semangat. Ikut mengolah, mencetak, menabur kue-kue hingga menata dalam wadah ataupun toples yang siap ditawarkan dan dipasarkan semakin semangat aku kerjakan.

Sedikit demi sedikit, rupiah demi rupiah aku bayangkan. Terlebih saat ramadhan yang sudah menginjak pertengahan masa akhir seperti sekarang. Bayangan baju baru lebaran makin terlintas diangan, mengganggu pikiran tanpa henti.

Saya tidak berani meminta baju baru buat lebaran esok. Sekalipun cuman dimoment lebaran yang membuat saya punya kesempatan untuk membeli baju baru. Saya hanya bisa membayangkan dan memikirkan, bagaimana cara agar dapat pesanan kue sebanyak rupiah yang bisa dihasilkan, cukup untuk membeli baju baru buat lebaran tiba. Jika tidak, impian baju baru saat lebaran harus kukubur dalam-dalam.

Masa kecil yang "terkurung", membuat saya senantiasa berjuang, bagaimana menyinergikan antara belajar, bermain dan beribadah selama ramadhan seseimbang mungkin dan seproporsional mungkin. Tidak mudah dan tidak gampang menjalaninya, seringnya waktu bermain yang harus kukorbankan agar kebutuhan utama dapat terpenuhi.

Lebih banyak kehilangan waktu bermain dengan teman-teman sebaya memang tidak bisa dihindari, yang ada hanya bisa menyiasati. Syukurlah gairah ramadhan tidak pernah hilang dengan serta merta dalam keadaan dan kondisi yang seperti itu.

Alhamdulilah dengan segala anugerah yang tercurah sedemikian dari Illahi, yang harus senantiasa disyukuri apa adanya.

Wasalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun