Hasil yang ingin dicapai dari proses dan protes terhadap terbunuhnya Udin Bernas bukan menang atau kalah dalam pengadilan, tapi agar pelaku terungkap dan tidak ada lagi kekerasan terhadap wartawan. Berbagai upaya tidak hanya untuk menang atau kalah, tapi juga agar kekerasan terhadap wartawan tidak ada lagi, kalau pergerakan pers diam saja takutnya angka kekerasan akan semakin banyak.
Toh keragu-raguan terhadap masa depan pers nasional masih ada. Pertama, dengan persoalan kualitas jurnalisme itu sendiri. Pers bebas yang berjalan sekarang ternyata tidak diikuti oleh peningkatan kualitas jurnalisme. Yang ada hanya keberanian—sering tanpa disertai pertanggungjawaban moral terhadap dampak yang mungkin merugikan kehidupan masyarakat.
Kedua, adanya UU Pers yang menjamin kebebasan pers ternyata masih menyisakan kekerasan terhadap wartawan. Ini membuktikan masyarakat dan pemerintah belum sepenuhnya menjamin kekebasan pers dan berpendapat.
Ketiga, terkait kesejahteraan jurnalis. Kebebasan pers tanpa independensi dari wartawan tentu sulit ditegakan. Wartawan agar tetap independen, maka harus sejahtera. Tugas mulia jurnalis ini harus dihargai dengan nilai-nilai kepantasan agar kehidupan jurnalis menjadi lebih baik.
Bagaimanapun, salah satu penikmat terbesar era reformasi ini adalah pers. Justru karena itu menjadi tanggung jawab bersama agar perjuangan ke arah kekebasan pers yang di idealkan bisa menjadi kenyataan. Semoga pers Indonesia menjadi lebih baik dan mampu mengemban amanah-amanah publik, dan tidak sekedar menjadi mitos penyangga pilar keempat dari demokrasi di republik tercinta ini.(***)
Aji Setiawan*Alumnus Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakartamantan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Reformasi 1998-2003
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H