Sumber: BPS, September 2014
Sementara itu, untuk tahun 2015, sebagaimana diusulkan dalam RAPBN 2015 alokasi belanja subsidi BBM sebesar Rp 276 triliun. Dari angka itu subsidi untuk premium sebesar Rp 108,3 triliun, solar Rp 80,2 triliun dan minyak tanah Rp 6,1 triliun. Kendati terdapat kenaikan alokasi subsidi BBM pada RAPBN 2015 dari APBN 2014, namun kuota BBM bersubsidi tidak berubah yaitu 46 juta kiloliter, terdiri dari premium 29,48 juta kilo liter, minyak tanah 850 ribu kilo liter, dan solar 15,76 juta kilo liter[6].
Data-data diatas merupakan data-data makro, sampai hari ini, tidak pernah diketahui dengan pasti, berapa sesungguhnya ongkos produksi BBM perliter dan berapa pula harga keekonomi BBM per liternya? Pemerintah dan pertamina seringkali dituduh tertutup terhadap ongkos produksi BBM per liter sesungguhnya. Hal ini pernah dipertanyakan pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy, namun Noorsy justeru selalu mendapatkan data yang berbeda-beda[7]
Dalam kaitan itu, guna menemukan harga sesungguhnya dari BBM, paper singkat ini mencoba untuk membuat simulasi perhitungan harga keekonomian dan subsidi perliter BBM. Karena ketidak seragamaan penggunaan metode dan formula, maka simulasi ini menggunakan dua metode dan formula yang biasa digunakan pemerintah yaitu metode perhitungan berdasarkan harga pasar (market price) dan metode berdasarkan biaya produksi (uplift cost) tapi formula ini kerap digunakan oleh Kementerian ESDM dalam menghitung harga keekonomian BBM bersusidi, karena itu beberapa orang menyebutnya metode ESDM[8].
Metode perhitungan berdasarkan harga pasar (market price) sesungguhnya merupakan metode yang resmi dan telah diatur dalam peraturan presiden No.71 tahun 2005 tentang penyediaan dan pendistribusian jenis bahan bakar minyak tertentu, pasal 1 ayat 4. Guna memudahkan perhitungan, simulasi ini menggunakan satu jenis bbm saja yakni bensin[9].
1.Simulasi Market Price
Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Pepres) No.1 Tahun 2005, pasal 1 ayat 4 bahwasubsidi jenis BBM tertentu[10] per liter adalah pengeluaran negara yang dihitung dari selisih kurang antara harga jual eceran per liter jenis BBM tertentu setelah dikurangi pajak-pajak, dengan harga patokan per liter jenis BBM tertentu[11]. Sementara pada ayat 6 dinyatakan harga patokan adalah harga yang dihitung setiap bulan, berdasarkan MOPS (mid Oil Platt’s Singapore)[12] rata-rata pada priode satu bulan sebelumnya ditambah biaya distribusi dan margin
Flowchat Harga Patokan BBM
Untuk harga MOPS tahun 2015, harga MOPS[13] ditetap mengalami perubahan metode dari harga rata-rata menjadi harga terendah satu tahun terakhir, namun menurut Satya W Yudha, anggota Banggar dari Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) seperti dikutif Sinar Harapan[14] (23/9/2014) kemungkinan harga minyak dunia diprediksi tidak akan berubah banyak, sehingga secara subtansi harga MOPS tidak akan jauh berbeda dengan harga MOPS yang dipatok pada APBN 2014 yaitu sebesar USD 99,6/bbl. Sementara Alpha bensin 2015,sesuai Keputusan Kepmen Menteri ESDM No 2187/2014, yaitu 3.32% MOPS + Rp 484/ltr[15].
Demikian rumusan dalam penghitungan subsidi BBM bersubidi sebagaimana diatur dalam Pepres 71/2005 adalah :
Subsidi = volume BBM x ( harga patokan – harga jual eceran – pajak 15%)
Sebelum menghitung besarnya subsidi, pelu diketahui terlebih dahulu besaran harga patokan. Untuk mencari harga patokan digunakan rumus:
MOPS + Alpha (a)
Keterangan
·Karena tahun 2014 dan harga MOPS belum diketahui maka simulasi ini menggunakan harga MOPS 2014 yakni USD 99,6/bbl atau Rp 7.517/liter ( USD 99.6 : 159 liter x Rp 12.000).
·Sementara Alpha yaitu 3.32% x Rp 7.517 =Rp 249/ltr
=Rp 249 + Rp 484 = Rp 733/ltr
·Demikian Harga Patokan yaitu Rp 7.517 + Rp 733 = Rp 8.250/liter
·Harga eceran – 15% pajak= 6.500 -15% = Rp 5.525/ltr
·Pajak =Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10%
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) 5%.
·Maka biaya subsidi BBM per liter adalah (harga patokan – harga eceran ) atau ( Rp 8.250 – Rp 5.525 = Rp 2.725/ltr
Demikian Total Dana Subsidi Sesungguhnya Yang Ditanggung Dalam APBN adalah
46 juta Kilo Liter x Rp 2.725= Rp 125.350.000.000.000
(Seratus dua puluh lima triliun, tiga ratus lima puluh milyar rupiah)
Bila alokasi dana BBM 2015 yang dipatokan dalam APBN 2015 adalah Rp 276 triliun, sedangkan subsidi sesungguhnya berdasarkan harga ekonomian adalah Rp 125,35 triliun, maka terdapat selisih lebih dana subsidi BBM di dalam APBN 2015 sekitar Rp 150.650.000.000.000 (276 triliun – Rp 125,35 Triliun).
Mengapa terdapat selisih subsidi BBM yang begitu besar antara subsidi dalam APBN dengan Formula perhitungan Pepres 71/2005? Kemungkinan selisih subsidi tersebut berasal dari besaran subsidi yang berada dalam APBN yang tidak mencerminkan biaya sesungguhnya. Dengan menggunakan rumus:
Subsidi per liter BBM APBN 2015 = Alokasi Dana Subsidi : volume/kuota BBM
( Rp 276 triliun : 46 juta Kilo Liter = Rp 6.000/liter )
Jika subsidi perliter sebagaimana simulasi perhitungan APBN sebesar Rp 6.000/liter, sedangkan subsidi menurut perhitungan formulasi diatas sebesar Rp 2.725, maka terdapat selisih/kelebihan sebesar Rp 3.725/liter ( Rp6.000 – Rp 2.725).
Harga keekonomian adalah pertambahan antara harga eceran – pajak ditambah biaya subsidi per liter, demikian harga keekonomian BBM dalam APBN adalah Rp 5.525 + Rp 6.000 = Rp 11.525/ltr (sebelum pajak). Namun harga keekonomian setelah pajakyaitu sebesar Rp 12.500 (Rp 6.000 + 5.525 + Rp 975)
Pemerintah mendapat penerimaan dari pajak sebesar Rp 975 dari tiap liter BBM yang dijual kepada masyarakat atau sekitar Rp 44.850.000.000.000,- yang berasal dari 10% PPn atau sekitar Rp 650 dari tiap penjualan per liternya atau sekitar pajak Rp 29.900.000.000.000,- dan PBBKB sebesar 5% atau sekitar Rp 325 per liter atau sekitar Rp 14.950.000.000.000,- .Demikian, dana yang dapat dihemat oleh pemerintah adalah Rp 195,5 triliun (Rp 150,65 triliun + Rp 44,85 triliun)
Karena pajak adalah uang yang dibayarkan warga negara/masyarakat yang kemudian dicatatkan sebagai penerimaan negara, maka sebagain ahli keuangan/ekonom menilai subsidi rill yang ditanggung negara adalah Rp 1.750/liter, yang berasal dari subsidi yang ditanggung negara sebelum pajak Rp 2.725/ltr dikurangi dengan penerimaan negara dari pajak yang dibayar oleh masyarakat dari tiap liter BBM yang dibeli, sebesar Rp 975/ltr.
Dengan kata lain, harga eceran BBM yang digunakan dalam perhitungan adalah harga BBM setelah pajak yakni sebesar Rp 6.500/ltr. Bila besaran subsidi setelah pajak yakni Rp 1.750/ltr diaplikasikan untuk menghitung total subsidi tahun 2015, maka angka subsidi rill yang ditanggung oleh APBN adalah Rp 80,5 triliun
46 juta Kilo Liter x Rp 1.75o= Rp 80.500.000.000.000