-6,25%
21/6/2013
6500
44,44%
2.500
0%
5.500
22,22%
Sumber: website Kementerian ESDM data diolah
Jika pemerintahan Jokowi-JK merealisasikan rencanannya menaikan harga BBM dalam waktu dekat ini, maka ini merupakan kenaikan yang kenaik 13 kali dalam 34 tahun terakhir.
Rencana Kenaikan
Sebagaimana kenaikan-kenaikan sebelumnya, rencana kenaikan harga BBM oleh pemerintahan Jokowi-JK belakangan ini dilatarbelakangi soal beban subsidi yang sudah terlalu besar dan dianggap sangat memberatkan. Mulanya alasan kenaikan yaknistok BBM bersubsidi yang menghadang pemerintah yang belum lama terbentuk. Stok dikabarkan tidak mencukup untuk memenuhi kebutuhan hingga akhir tahun 2014 atau kurang dua bulan (November dan Desember). Namun alasan ini segera terbantahkanmenyusul konsumsi BBM hingga Oktober yang mencapai 38.4 juta kilo liter[3] atau masih tersisas sebesar 7.6 juta kilo liter dari alokasi kuota sebesar 46 jutakilo liter, demikian maka sampai akhir 2014 stok BBM bersubsidi dalam negeri diproyeksi akan aman.
Alasan kedua karena APBN 2015 yang menambah dana alokasi BBM bersubsidi sebesar 31 triliun, dari sebelumnya 245 triliun (2014) menjadi Rp 276 triliun (2015), untuk kuota BBM bersubsidi sebanyak 46 triliun. Peningkatan dana subsidi tersebut, dikhawatirkan akan membuat APBN jebol, serta ruang fiscal bagi pemerintahan Jokowi menjadi sempit, sehingga membuat pemerintahan baru itu tidak dapat bermanuver agar menjalankan program-program yang dijanjikannya pada masa kampanye. Karena itu guna membuka ruang fiscal menjadi lebih lebar, pemerintah berencana menaikan harga jual BBM eceran antara Rp 2.000/liter hingga Rp 3.000/liter.
Sebelumnya kita menghitung berapa sesungguhnya harga keekonomian BBM dan berapa besar pula biaya subsidi yang ditanggung pemerintah sebenarnya? Baiknya perlu diketahui terlebih dahulu bahwa BBM dalam negeri berasal dari dua (2) sumber yang berbeda,yaitu dari produksi minyak dalam negeri dan dari impor. Menurut Direktur Program Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Naryanto Wagimin, seperti dikutif Tempo (8/1/2014), untuk memenuhi kouta BBM subsidi tahun 2014[4], separuhnya dipenuhi melalui impor[5]. Demikian sisanya 23 juta/kl dipenuhi dari produksi minyak dalam negeri. Pasokan minyak dari dalam negeri ini sudah termasuk 25% kewajibanDMO (Domestik Market Obligation) dari bagian KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.22/2001 tentang minyak dan gas bumi (Migas). Secara sederhana alur BBM di Indonesia tergambar dalam diagram dibawah.
Flowchat Pengelolaan Sektor Hilir
Sumber: Edy Burmansyah 2014
Namun perlu diketahui dari 23 juta/kl impor minyak tersebut, tidak sepenuhnya merupakan minyak olahan (bensi, solar, minyak tanah), sebagaian lagi adalah minyak mentah yang harus diolah lagi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sepanjang priode Januari-Agustus 2014 impor minyak mentah sebesar 11.094 ribu/kl, sementara impor minyak olahan sebesar 18.093 ribu/kl.