Simulasi Perhitungan Harga Keekonomian BBM
Oleh: Edy Burmansyah
HEBOH di layar kaca televisi, terkadang bikin mengernyitkan dahi. Lagi-lagi soal kenaikan harga BBM. Baru-baru ini Rieke Diah Pitaloka, Anggota DPR RI, menyebutnya dengan istilah “lagu lama, kaset baru”. Rieke bermaksud mengajak wakil rakyat dan pemerintah untuk mempertimbangkan keputusan strategis ini. Defisit anggaran 2014 pada pemerintahan lama dipertanyakannya. Hingga dua soal mengemuka, pencabutan subsidi BBM, dan menyusuri hutang baru. Dalam Undang-Undang, hutang baru tak boleh lebih dari Rp. 10 triliun. Rieke menolak kenaikan harga BBM, berangkat atas pernyataan pidato presiden, atas kehendak rakyat & konstitusi.
Di sini penulis ingin menandaskan pengehematan anggaran, yang solusinya tentu saja bukan menaikan harga BBM. Problemnya, acapkali rencana kenaikan BBM muncul, maka alasan pemerintah selalu menyangkut beban subsidi yang sangat besar, sehingga sudah saatnya subsidi dibatasi, bahkan dialihkan kepada sector lain. Untuk itu harga BBM harus dinaikan agar beban anggaran negara dapat berkurang.
Namun dewasa ini, subsidi seringkali dianggap menjadi beban Negara, padahal sejatinya subsidi adalah salah satu instrumen kebijakan fiscal yang dilakukan pemerintah dalam rangka menjaga pemerataan terhadap akses ekonomi dan pembangunani, sehingga dapat berfungsi menjadi sebagai alat koreksi terhadap ketidaksempurnaan pasar atau market imperfections. Karena itu subsidi dapat menjadi stimulus produksi, sekaligus juga menjamin terwujudnya proses konsumsi. Sehingga subsidi diharapkan dapat memainkan peran untuk menutupi ketidaksempurnaan pasar[1]
Di Indonesia kebijakan subsidi sudah merupakan bagian utama dari kebijakan fiskal. Setiap tahun pemerintah mengalokasikan anggaran negara untuk program-program subsidi, yang dibagi menjadi subsidi energy dan subsidi non energy :
A. Subsidi Energi:
1.Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM);
2.Subsidi Bahan Bakar Nabati (BBN);
3.LPG tabung 3 kg;
4.dan LGV, serta
5.Subsidi Listrik.
B. SubsidiNon-Energi:
1.Subsidi Pertanian ( Subsidi Pangan, Subsidi Benih, dan Subsidi Pupuk )
2.Subsidi Bunga Kredit Program;
3.Public Service Obligation (PSO);
4.Subsidi Pajak/DTP;
5.Subsidi lainnya.
Subsidi BBM
Subsidi BBM termasuk kedalam belanja subsidi energy. Subsidi energy adalah alokasi anggaran yang disalurkan melalui perusahaan/lembaga yang menyediakan dan mendistribusikan bahan bakar minyak[2] (BBM), bahan bakar nabati (BBN), liquefied petroleum gas (LPG) tabung 3 kilogram, dan liquefied gas for vehicle (LGV) serta tenaga listrik sehingga harga jualnya terjangkau oleh masyarakat. Subsidi adalah selisih antara harga BBM yang ditetapkan oleh Peraturan Presiden (harga eceran) dengan harga patokan BBM atau harga keekonomian.
Besarnya subsidi BBM sangat dipengaruhi oleh perkembangan berbagai faktor eksternal, terutama harga minyak mentah di pasar dunia, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Kenaikan harga minyak dunia dan merosotnya nilai tukar Rupiah akan mendorong meningkatnya harga keekonomian BBM yang tentu berimbas terhadap besarnya subsidi yang harus ditanggung. Kenaikan harga jual BBM bersubsidi akan berdampak luas terhadap masyarakat.
Sejak era orde baru Indonesia telah melakukan penyesuaian harga BBM dan besaran subsidi yang harus ditanggung seiring dengan perkembangan minyak dunia dan nilai tukar rupiah. Dalam 34 tahun terakhir ( 1980-2013 ) pemerintah telah melakukan sekitar 16 (enam belas) kali perubahan harga BBM bersubsidi (bensin premium, minyak tanah, dan minyak solar). Dari 16 kali perubahan tersebut, terjadi 12 (dua belas) kali berupa penaikan harga dan 4 (empat) kali penurunan harga (lihat table dibawah)
Tabel Perkembangan Kenaikan Harga BBM
Tahun dan Bulan
Bensin Premium
Minyak Tanah
Minyak Solar
Presiden
Harga
RP/Ltr
Kenaikan
(%)
Harga
RP/Ltr
Kenaikan
(%)