Mohon tunggu...
Hasbi Zainuddin
Hasbi Zainuddin Mohon Tunggu... profesional -

Sedang menjalani rutinitas sebagai jurnalis. dan selalu berusaha menyajikan berita yang mencerahkan dan mencerdaskan. Setidaknya, melanjutkan tradisi para nabi dan rasul yang dijuluki "pembawa kabar gembira."

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Menantikan Perbankan yang Pro Pertanian

20 November 2014   21:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:17 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, investasi asing tentu saja diiringi oleh belanja modal berupa alat-alat dan kebutuhan, yang rata-rata diimpor. Sebagai contoh, investasi smelter, atau industri pemurnian bijih besi, industri pengolahan kakao, direalisasikan dengan membeli komponen peralatan, mesin, sparepart, hingga komponen pembangkit listrik yang berasal dari luar negeri. Dengan begitu, tentu saja impor bisa membeludak, dan menambah defisit perdagangan.

Berdasarkan keterangan Kementerian Perdagangan RI, saat ini, defisit neraca perdagangan luar negeri Indonesia mencapai hingga USD318,3 juta sampai pada Agustus 2014 lalu. Kinerja ekspor mengalami peningkatan 2,5 persen dibanding Juli 2014, mencapai US$ 14,5 miliar. Sedangkan, kinerja impor bertumbuh lebih besar 5,1 persen dibanding Juli 2014, menjadi US$14,8 miliar. Beberapa komoditas impor dari sektor belanja modal untuk industri, yang memberi pengaruh, antara lain, mesin-mesin pesawat mekanik yang tumbuh 21,2 persen, dan mesin peralatan listrik tumbuh 20,3 persen. (lihat: http://nasional.kontan.co.id/news/impor-gas-turun-28-defisit-dagang-makin-tipis)

Kita patut mengapresiasi langkah-langkah moneter dan makropruensial BI yang terus berupaya menekan defisit neraca perdagangan, dengan menahan suku bunga acuan (BI Rate), pada level yang cukup tinggi. Termasuk di antaranya tengah mengkaji aturan rasio pinjaman terhadap aset atau LTV (Loan to Value) untuk kredit berkandungan barang-barang impor.

Namun, saya kira, beberapa langkah lain juga patut dipertimbangkan. Jika kebutuhan investasi memang harus dengan impor barang-barang luar negeri, paling tidak negara ini bisa menyiapkan instrumen pembiayaan yang sanggup menunjang berbagai investasi dalam skala besar. Sehingga, tidak lagi memanfaatkan pembiayaan dari luar negeri.

Dorong Konsorsium Perbankan

Sebagai Bank Sentral, saya kira BI perlu mendorong setiap perbankan melengkapi tenaga-tenaga ahli yang paham dan mampu mengkaji prospek-prospek bisnis yang baru itu. Industri smelter misalnya, yang selama ini, lebih banyak dibiayai oleh industri keuangan asing. Selain itu, jika memang modalnya tidak cukup besar, saya kira perbankan bisa dodorong untuk membentuk konsorsium untuk membiayai smelter.

Sejauh ini, kita lihat, industri smelter dilihat memiliki prospek yang besar. Di Sulawesi Selatan, Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) Sulsel mencatat, ada lebih dari delapan perusahaan smelter baik itu lokal maupun asing –khususnya dari Tiongkok, yang menyatakan kesiapan berinvestasi membangun. Meskipun, baru tiga di antaranya yang sudah pasti dan tengah merealisasikan investasinya di Kabupaten Bantaeng, dan diperkirakan rampung 2017. (Harian Fajar Edisi 7 Mei)

Hanya saja, minat berinvestasi tersebut belum didukung dengan baik oleh perbankan dalam negeri. “Kita cukup sulit memanfaatkan fasilitas perbankan dalam negeri. Makanya, karena komponen alat ini kita beli dari luar negeri, dari Tiongkok, fasilitas pembiayaannya juga dari sana,” jelas Presiden Direktur Kalla Group, Fatimah Kalla, 7 September lalu. Perusahaan lokal Sulsel ini berniat membangun mini smelter di daerah Luwu, untuk mendukung program hilirisasi tambang oleh pemerintah. Namun, ikut terkendala fasilitas pembiayaan.

“Kita sarankan, sebaiknya ada konsorsium atau sindikasi perbankan, untuk membiayai pembangunan smelter ini. Kita maunya, industri smelter ini dibiayai oleh perbankan dalam negeri, supaya kita bisa membantu menekan defisit transaksi,” tambah CEO Bosowa Resources, Munafri Arifuddin, 9 September. Perusahaan lokal ini juga berencana membangun smelter beserta pembangkit listrik, di Kabupaten Jeneponto.

Head of Bussines Banking BNI Wilayah Makassar, Babas Bastaman, mengungkapkan, pada dasarnya, BNI ingin menyalurkan pembiayaan smelter. Hanya saja, menurut dia, korporasi masih berhati-hati. "Karena, smelter ini kan industri yang baru, dan kita selama ini belum punya pengalaman banyak untuk sektor itu. Kita masih harus berhati-hati, dengan melihat investor yang mau pinjam uang," ujar Babas, 9 September. Dia mengaku, sudah sering mendapat permohonan pembiayaan smelter. Tapi, belum bisa diterima.

Bentuk Bank Pertanian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun