Mohon tunggu...
Hasbi Zainuddin
Hasbi Zainuddin Mohon Tunggu... profesional -

Sedang menjalani rutinitas sebagai jurnalis. dan selalu berusaha menyajikan berita yang mencerahkan dan mencerdaskan. Setidaknya, melanjutkan tradisi para nabi dan rasul yang dijuluki "pembawa kabar gembira."

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Menantikan Perbankan yang Pro Pertanian

20 November 2014   21:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:17 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kebijakan makro dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, sebaiknya dimulai dari pembenahan industri perbankan.”

DAPAT dipastikan, kita tidak mungkin bisa memproyeksi sampai 100 persen situasi ekonomi di masa akan datang.Bagaimanapun sempurnanya rumusan dan teori yang mendasari prediksi itu. Kita juga tidak bisa memastikan, kebijakan makro ekonomi yang ditempuh pemerintah benar-benar bisa menyelesaikan persoalan sesuai targetnya. Hanya Tuhan yang tahu.

Kita tidak tahu bagaimana hitung-hitungan Presiden kita, Jokowi, saat menaikkan harga BBM sebesar Rp2.000. Bahkan Jokowi pun belum tahu sepenuhnya, di masa mendatang, kebijakan itu benar-benar sukses mensejahterakan rakyat. Meskipun dia selalu yakin kebijakannya benar. Kita tidak tahu, apakah pendapat pengamat ekonomi, atau mahasiswa, dengan perspektif bahwa kenaikan BBM justru bikin rakyat semakin sengsara, itu benar atau tidak.

Bahkan, saya kira, para anggota Dewan Gubernur BI (Bank Indonesia) itu, yang memutuskan
menaikkan BI rate ke level 7,75 persen, benar-benar yakin keputusannya sudah tepat. Saya kira mereka pun tidak 100 persen meyakini, kebijakan makro itu benar-benar menjaga defisit neraca berjalan, menjaga likuiditas perbankan, dan meningkatkan pertumbuhan kredit setelah keputusan kenaikan BBM..

Namun, satu hal yang penting. Saya percaya Jokowi, dengan pengalaman matangnya di dunia pemerintahan. Saya pun percaya para praktisi dan ekonom BI, yang punya kapasitas dan pemahaman yang matang, kala menentukan suku bunga acuan.

Mengapa harus percaya? pertama, tentu saja karena kepercayaan-lah yang membuat langkah pemerintah bisa berjalan langgeng tanpa hambatan. Kedua, rata-rata pengamat dan ahli ekonomi yang saya percayai, berpendapat, bahwa mengurangi subsidi BBM di akhir tahun 2014, adalah satu-satunya
"pilihan darurat" untuk meringankan beban fiskal secara cepat.

Sehingga, di tahun 2015 mendatang, pemerintah bisa fokus menjalankan program-programnya, sesuai anggaran APBN atau APBD 2015, dengan beban fiskal yang lebih ringan tentunya. Tidak terkecuali dalam upaya-upaya menjaga stabilitas sistem keuangan.

Ketiga, Presiden Jokowi menjalankan apa yang menjadi keinginan banyak ahli ekonomi, termasuk orang-orang BI: jangan membuat rencana kenaikan BBM diwarnai ketidakpastian, dan menggantung terlalu lama. Sebab, dengan wacana yang terlalu lama saja, sudah memicu ekspektasi berlebihan, dan memicu inflasi. Alhasil, Jokowi menaikkan BBM hanya dalam waktu empat pekan setelah dilantik. Termasuk BI yang langsung mengubah suku bunga acuan, hanya dalam dua hari setelah BBM naik.

Ya, saya kira, Jokowi dan Jusuf Kalla (JK), adalah orang yang hebat dalam hal "risk taking". Berani mengambil keputusan cepat yang berisiko, meskipun dengan kebijakan yang tidak populer. Dalam situasi ekonomi Indonesia sekarang, saya kira kita mendapat presiden dan wakil presiden pada momentum yang tepat.

Karena dasar itu pula, kita pun harus percaya rencana pemerintah mengalihkan subsidi BBM untuk membangun infrastruktur, khususnya jalan, irigasi, waduk, serta berbagai fasilitas penunjang pangan di negeri ini. Ini juga tentu harus cepat. Supaya cepat, tentu saja diperlukan sebuah sistem keuangan yang stabil. Tidak sekadar kemampuan fiskal yang memadai. Dukungan dari sektor jasa keuangan juga dibutuhkan.

Dalam tahun-tahun mendatang, khususnya setelah berlakunya kesepakatan integrasi ekonomi yang diatur dalam ASEAN Economic Community (AEC), kita yakin investasi asing akan mengalir deras masuk ke dalam negeri. Apalagi, setelah Presiden Jokowi kabarnya sukses “menjual” Indonesia saat berpidato di hadapan para CEO dunia, dalam APEC CEO Summit, 10 November lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun