"Besok, Narwatsu datang bersama rombongan" senyum Maryam putriku.
Aku tahu betul jika seorang gadis telah bertemu jodohnya maka hal itu boleh terburu-buru untuk segera menikah. Sama seperti seorang hamba yang telah menemui ajalnya maka ia juga perlu terburu-buru untuk menuju liang lahatnya.
Sungguh paradoks buru-buru itu.
"Mah Narwatsu hanya punya ayah, Ibunya sudah pergi lebih dulu" ucap putriku memberi tahu dengan wajah kasmaran.
Aku hanya tersenyum manis, semanis toko permenku. Andaikan semua kisah cinta bisa semanis permen di toko milikku. Aku yakin Permen kapas tidak akan pernah hadir di hadapanmu. Permen kapas hadir di hadapanmu untuk menghibur kandasnya asmara yang mampu membuatku merasa lembut selembut kapas.
"Aku tidak ingin mamah menyiapkan permen kapas dari toko mamah" pinta Maryam putriku.
Aku tersenyum lagi, lagi, lagi, lagi lagi tersenyum.
"Suamiku Abdul Mahmud, putri kita sudah besar. Semoga putri kita tetap menjadikanmu cinta pertamanya. Terima kasih telah membesarkannya dengan makanan halal lagi baik. Terima kasih untuk kebersamaan kita selama ini. Abdul Mahmud kau suami terkeren yang pernah ku miliki.
Aku menyesap teh jahe yang mulai dingin. Hangatnya jahe menghangatkan batinku yang sempat membeku bagai salju. Awal yang baru untukku menjadi ibu mertua sudah di depan mata.
Hei Narwatsu, Calon menantuku aku tidak sabar ingin berjumpa denganmu.
-Your Mother In Love-