"Mah aku jatuh cinta dengan Narwatsu, kalau boleh, Narwatsu ingin main ke rumah sama keluarganya ke sini Minggu ini" ucap Maryam putri sulungku yang sudah berusia 25 Tahun.
Bulu kudukku rasanya merinding saat mendengar perasaaan jatuh cinta anak gadisku itu. Aku tidak menyangka waktu akan secepat ini. "Siapa nama Ayahnya Narwatsu" tanyaku pelan. "Narwatsu anaknya pak Mehmet warung makan ayam goreng Pete di pertigaan Jalan Pugeran.
Jantungku rasanya mau copot mendengar nama Pak Mehmet warung ayam goreng Pete di pertigaan jalan bekas swalayan Maga itu. Aku tahu ini adalah tentang perasaan di masa lalu.
Apakah perasaan di masa laluku ini belum berakhir, haruskah ku ceritakan perasaan ini kepada Maryam putriku. Pikiranku sungguh penuh.
"Mah, Mah " Ucap Maryam mengagetkan lamunanku yang jauh. Dari raut wajahnya aku tahu benar, jika Maryam benar-benar sedang kasmaran, sama sepertiku dahulu. Saat aku sedang kasmaran dengan Mehmet ayah dari Narwatsu.
Saat nama Mehmet disebut kembali dan ia adalah ayah dari seorang anak lelaki yang dicintai oleh anak gadisku rasanya aku bimbang bukan kepalang.
Saat itu aku memutuskan untuk tidak menerima perasaan Mehmet padaku karena saat itu aku sedang menjalin kasih dengan Abdul Mahmud ayah dari Maryam putriku. Saat itu aku sudah hampir lamaran saat Mehmet datang dalam kehidupanku. Saat itu bersama Mehmet terasa segar dan menggembirakan. Aku merasakan cinta yang berdebar-debar.Â
Tidak seperti dengan Abdul Mahmud aku menjalin asmara dengannya karena sebuah komitmen untuk hidup berkeluarga dengannya untuk memiliki keturunan yang shalih dan shalihah. Jadi saat itu aku secara sadar dan serius menjalin hubungan asmara deng Abdul Mahmud untuk tujuan pernikahan dan keberlangsungan keturunan.
Abdul Mahmud pria yang baik, teguh pendirian terhadap prinsip agama, Halal Haram masalah uang sangat ia jaga. Jadi tidak ada alasan aku menolaknya. Ia pun tidak pernah mengajakku macam-macam walau hanya sekedar pergi berdua. ia bekerja dengan luar biasa agar bisa menikahiku segera. Sayangnya saat itu aku terjebak pada hubungan tanpa status dengan Mehmet pemilik warung makan ayam goreng Pete itu kini.
Saat Abdul Mahmud bekerja mengumpulkan kepingan rupiah agar bisa menikahiku, aku sering terlibat beberapa acara dengan Mehmet. Awalnya aku hanya merasa nostalgia bertemu Mehmet kembali setelah hampir 8 tahun tidak berjumpa. Mehmet adalah Remaja Masjid yang dulu aku lihat sangat taat terhadap perintah Allah dan Rasulnya. Tapi Mehmet yang ku jumpai hari itu adalah Mehmet yang lain. Seorang Pria yang tidak lagi taat kepada Allah dan Rasulnya tapi begitu memperlakukanku sebagai seorang layaknya putri.
Awalnya aku selalu bertemu dengan Mehmet dengan teman-temanku atau teman-temannya. Tidak ada yang istimewa dari semua pertemuan itu. Hingga suatu saat aku datang ke rumah Mehmet seorang diri untuk memberi amplop berisi uang atas jasanya membuat desain logo untuk toko permenku hari ini.