Mohon tunggu...
Irsya Dian Syarifaningsih
Irsya Dian Syarifaningsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa-Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

Saya seorang mahasiswa aktif yang memiliki minat dalam bidang hukum Islam, ekonomi syariah, keuangan syariah, dan komunikasi massa. Selain berfokus pada studi, saya juga aktif dibeberapa organisasi, kegiatan magang, dan ikut serta dalam volunteering sehingga mampu membangun personal branding yang baik. Melalui Kompasiana, saya ingin mengembangkan literasi dan perspektif dalam berpikir mengenai isu-isu terkini.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukum dalam Cermin Sosial: Memahami Dinamika Sosiologi Hukum

9 Desember 2024   12:44 Diperbarui: 9 Desember 2024   12:53 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PEMBUKA

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Selamat datang di ruang belajar saya Irsya Dian Syarifaningsih, NIM 222111131, dari kelas 5D, Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta. Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas sosiologi hukum dalam konteks hukum Islam. Mari kita eksplorasi bagaimana hukum mencerminkan nilai-nilai sosial dan memengaruhi kehidupan sehari-hari kita.

PEMBAHASAN

Pengertian dan Objek Sosiologi Hukum

Sosiologi hukum adalah disiplin yang mengkaji hubungan timbal balik antara hukum dan fenomena sosial dalam masyarakat, di mana hukum tidak hanya dilihat sebagai seperangkat norma, tetapi juga sebagai hasil interaksi sosial yang kompleks. Selain itu, kelompok sosial, baik formal maupun informal, memiliki aturan yang berbeda dari hukum yang berlaku, dengan hukum sebagai kerangka acuan yang diwarnai oleh nilai-nilai kelompok tersebut. Stratifikasi sosial menunjukkan bahwa penerapan hukum sering kali dipengaruhi oleh status sosial, menegaskan bahwa hukum tidak beroperasi dalam ruang hampa tetapi terjalin dengan konteks sosial yang lebih luas. Perubahan sosial, di sisi lain, mendorong revisi hukum sekaligus dapat menjadi agen perubahan.

Hukum dan Kenyataan Masyarakat

Hukum dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat, di mana hukum berfungsi tidak hanya sebagai pengatur interaksi sosial, tetapi juga sebagai cerminan nilai-nilai dan norma yang ada dalam masyarakat. Perubahan sosial, yang mencakup transformasi dalam lembaga-lembaga kemasyarakatan, memengaruhi sistem sosial, termasuk hukum yang berlaku. Teori perubahan sosial yang dikemukakan oleh ahli seperti Max Weber dan Emile Durkheim memberikan perspektif penting, di mana Weber melihat hukum sebagai manifestasi nilai-nilai kolektif, sementara Durkheim menekankan perannya dalam menjaga keteraturan sosial. Arnold M. Rose menambahkan bahwa perubahan hukum dipengaruhi oleh kemajuan teknologi, interaksi antar kelompok, dan gerakan sosial. Sebaliknya, jika hukum bertentangan dengan nilai-nilai masyarakat, ia berpotensi menjadi sumber konflik. Hubungan antara hukum dan masyarakat adalah proses dialektis yang saling memengaruhi, di mana masyarakat menciptakan hukum dan hukum membentuk masyarakat.

Yuridis Empiris dan Yuridis Normatif

Dalam kajian hukum, pendekatan yuridis empiris dan yuridis normatif sangat penting untuk memahami dinamika hukum dalam masyarakat. Pendekatan yuridis empiris berfokus pada realitas sosial dan interaksi hukum dalam praktik, memungkinkan peneliti untuk mengeksplorasi efektivitas hukum serta kepatuhan masyarakat terhadap norma yang berlaku. Sebaliknya, pendekatan yuridis normatif menekankan analisis terhadap kaidah-kaidah hukum tertulis dan norma yang mengatur tindak pidana, menggunakan studi kepustakaan untuk menggali teori-teori hukum dan doktrin yang relevan. Melalui studi kasus, terutama dalam konteks hukum ekonomi syariah, kajian ini dapat mengeksplorasi kaidah dan norma yang relevan serta memberikan rekomendasi yang tepat berdasarkan realitas dan prinsip hukum yang berlaku.

Madzhab Pemikiran Hukum (Positivism)

Aliran pemikiran hukum positivisme adalah pendekatan penting dalam filsafat hukum yang menekankan pemisahan antara hukum dan moralitas. Dalam kerangka ini, hukum dipahami sebagai produk dari kekuasaan yang sah, berfungsi untuk mengatur perilaku individu melalui norma-norma tertulis. Pemikiran Hans Kelsen tentang hukum murni menjadi relevan, di mana ia menegaskan bahwa analisis hukum harus terpisah dari nilai-nilai moral dan sosial, berfokus pada norma-norma yang ada. Pendekatan ini menghasilkan dua aliran utama: positivisme yuridis, yang menekankan aspek formal dan tekstual hukum, dan positivisme sosiologis, yang melihat hukum sebagai bagian dari dinamika masyarakat yang harus beradaptasi dengan perubahan sosial. Di Indonesia, tantangan penerapan positivisme hukum terlihat dari konflik antara nilai-nilai budaya dan norma sosial dengan hukum tertulis. Oleh karena itu, penting bagi para pembentuk hukum untuk responsif terhadap realitas sosial, sehingga hukum yang diterapkan tidak hanya bersifat formal, tetapi juga substantif dan adil.

Madzhab Pemikiran Hukum (Sociological Jurisprudence)

Sociological Jurisprudence adalah aliran penting dalam filsafat hukum yang menekankan interaksi antara hukum dan masyarakat, berargumen bahwa hukum yang baik harus mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Dalam pandangan ini, hukum positif harus sejalan dengan hukum yang hidup , yaitu hukum yang diakui dan diterima oleh masyarakat. Di sisi lain, Roscoe Pound berpendapat bahwa hukum seharusnya menjadi alat untuk merekayasa masyarakat, dengan mengklasifikasikan kepentingan yang dilindungi oleh hukum menjadi kepentingan umum, sosial, dan pribadi, agar hukum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat secara efektif. Di Indonesia, penerapan prinsip-prinsip Sociological Jurisprudence sangat relevan untuk menghasilkan hukum yang responsif dan menciptakan keadilan sosial.

Madzhab Pemikiran Hukum (Living Law dan Utilitarianism)

Dalam kajian pemikiran hukum, konsep living law dan utilitarianisme memberikan perspektif berbeda mengenai peran hukum dalam masyarakat. Living law menggambarkan hukum sebagai produk budaya yang tidak hanya berupa teks yang ditetapkan negara, tetapi juga norma dan praktik yang hidup dalam masyarakat. Di sisi lain, utilitarianisme berfokus pada konsekuensi sosial dari tindakan hukum, menekankan bahwa tujuan utama hukum adalah mencapai kebahagiaan terbesar bagi jumlah orang terbanyak. Dalam perspektif ini, tindakan hukum dievaluasi berdasarkan kemampuannya memberikan manfaat dan mengurangi penderitaan, sehingga hukum yang baik adalah yang membawa kebaikan bagi masyarakat luas. Living law bersifat tidak tertulis dan responsif terhadap perubahan sosial, muncul dari norma yang diakui masyarakat dan sering berakar pada adat, sedangkan utilitarianisme, yang dipelopori pemikir seperti Jeremy Bentham dan John Stuart Mill, menawarkan alat analisis untuk menilai efektivitas hukum dalam mencapai tujuan sosial. Dalam implementasinya, kedua mazhab ini dapat saling melengkapi; living law memberikan panduan tentang bagaimana hukum seharusnya berfungsi, sementara utilitarianisme memberikan kerangka evaluasi untuk menilai dampak hukum tersebut.

Pemikiran Emile Durkheim dan Ibnu Khaldun

Tentang hubungan antara hukum dan masyarakat. Durkheim, sebagai tokoh sosiologi modern, melihat hukum bukan sekadar seperangkat aturan, tetapi sebagai manifestasi solidaritas sosial yang mengatur interaksi dalam masyarakat. Di sisi lain, Ibnu Khaldun menawarkan perspektif melalui teorinya tentang ashabiyah, atau solidaritas kelompok. Selain itu, Ibnu Khaldun mengemukakan teori siklus sejarah yang mencakup fase kebangkitan, kegemilangan, kemerosotan, dan keruntuhan, di mana hukum berperan penting dalam mengatur interaksi sosial dan menjaga keadilan, yang mempengaruhi kelangsungan peradaban. Integrasi pemikiran mereka memperkaya kajian sosiologi hukum dengan menekankan pentingnya baik struktur sosial maupun solidaritas dalam menciptakan tatanan hukum yang adil dan efektif.

Pemikiran Hukum Max Weber dan H.L.A Hart

Pemikiran hukum Max Weber dan H.L.A. Hart memberikan wawasan penting mengenai hubungan antara hukum, masyarakat, dan struktur sosial. Max Weber, sebagai pionir sosiologi modern, menekankan bahwa hukum tidak bisa dipisahkan dari aspek sosial, politik, dan ekonomi. Sebaliknya, H.L.A. Hart mengajukan pendekatan analitis yang membedakan antara peraturan primer, yang mengatur perilaku individu, dan peraturan sekunder, yang menetapkan prosedur untuk mengelola peraturan primer. Dengan mengintegrasikan pemikiran Weber dan Hart, kita dapat memahami hukum sebagai instrumen keadilan dan pengaturan sosial yang efektif.

Effectiveness of Law

Efektivitas hukum dalam masyarakat adalah isu kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Efektivitas hukum dapat didefinisikan sebagai kemampuan hukum untuk menciptakan keadilan dan kepastian. Hukum berfungsi tidak hanya sebagai alat kontrol sosial, tetapi juga sebagai sarana untuk mengubah perilaku masyarakat ke arah yang lebih baik. Selain itu, fasilitas dan teknologi yang memadai mendukung proses penegakan hukum yang efisien. Untuk meningkatkan efektivitas hukum, diperlukan sinergi antara kualitas peraturan, integritas penegak hukum, sarana yang memadai, dan kesadaran hukum masyarakat. Dengan pendekatan holistik, diharapkan hukum dapat berfungsi efektif dalam menciptakan ketertiban, keadilan, dan perlindungan bagi masyarakat, serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan berkontribusi pada pembangunan sosial yang lebih baik.

Law and Social Control

Dalam sosiologi hukum, kontrol sosial adalah mekanisme penting untuk menjaga ketertiban dan stabilitas masyarakat. Kontrol sosial formal mencakup hukum dan sistem peradilan dari institusi resmi, sementara kontrol informal berakar pada tradisi dan norma masyarakat. Kontrol sosial bersifat preventif, untuk mencegah pelanggaran, dan represif, untuk mengembalikan keharmonisan saat pelanggaran terjadi, tanpa kekerasan, melainkan melalui penerapan norma yang diinternalisasi. Dalam era globalisasi, mahasiswa berperan sebagai agen kontrol sosial untuk mendidik masyarakat tentang pentingnya mematuhi norma dan etika. Dengan penguatan kontrol sosial yang efektif, diharapkan masyarakat dapat menjaga keseimbangan antara stabilitas dan perubahan, mencegah disintegrasi sosial, dan menciptakan masyarakat yang harmonis dan berkeadilan.

Socio-Legal Studies

Studi sosio-legal adalah pendekatan yang mengkaji interaksi antara hukum dan masyarakat dengan mempertimbangkan faktor sosial, budaya, politik, dan ekonomi. Salah satu aspek utama dalam studi ini adalah identifikasi norma-norma sosial yang berfungsi sebagai jembatan antara hukum formal dan praktik sehari-hari. Studi sosio-legal juga mengamati gerakan pembaharuan hukum yang muncul sebagai respons terhadap ketidakpuasan masyarakat, memperkenalkan hukum alternatif seperti hukum adat dan mediasi yang memungkinkan penyelesaian konflik tanpa bergantung pada sistem peradilan formal. Dengan menganalisis keterkaitan antara hukum dan faktor sosial, penelitian ini membantu merumuskan kebijakan yang lebih efektif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Progressive Law

Hukum progresif, yang diperkenalkan oleh Satjipto Rahardjo, menekankan perlunya perubahan dan adaptasi dalam sistem hukum agar sesuai dengan perkembangan masyarakat dan nilai-nilai zaman. Salah satu karakteristik utamanya adalah pengakuan terhadap hukum tertulis, sambil tetap mengedepankan nilai-nilai keadilan yang hidup dalam praktik. Hukum progresif mendorong penerapan hukum yang lebih responsif dan berdaya guna, dengan fokus pada keadilan substansial. Reformasi penegakan hukum di Indonesia perlu dilakukan dengan pendekatan komprehensif, mencakup substansi, struktur, dan budaya hukum, berlandaskan pada prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. Hukum progresif menawarkan solusi yang menekankan nilai-nilai kemanusiaan, mengajak kita untuk melihat hukum sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia akan keadilan dan kesejahteraan.

Legal Pluralism

Konsep pluralisme hukum di Indonesia merujuk pada keberadaan berbagai sistem hukum, seperti hukum adat, hukum Islam, dan hukum positif, yang saling berinteraksi dalam masyarakat. Hal ini mencerminkan keragaman norma dan nilai yang ada, terutama dalam konteks Indonesia yang multikultural. Efektivitas hukum dipengaruhi oleh faktor sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Norma budaya yang sejalan dengan hukum dapat meningkatkan penerimaan, tetapi ketidaksetaraan ekonomi sering menghambat akses keadilan. Demikian pula, hukum adat sering terpinggirkan oleh hukum positif, meskipun diakui konstitusi. Kesenjangan akses keadilan menjadi masalah, terutama bagi kelompok marjinal. Untuk meningkatkan inklusivitas, perlunya penguatan hukum adat, pendidikan hukum yang menyeluruh, dan kebijakan responsif sangat penting.

Pendekatan sosiologis dalam studi Hukum Islam

Pendekatan sosiologis dalam studi hukum Islam memberikan pemahaman yang menyeluruh tentang interaksi antara norma hukum dan dinamika sosial masyarakat. Sosiologi, sebagai ilmu yang mengkaji struktur sosial dan fenomena dalam masyarakat, membantu kita memahami bahwa hukum Islam bukan hanya sekadar aturan, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai dan kebutuhan sosial yang berkembang. Sosiologi hukum mengkaji hubungan timbal balik antara hukum dan masyarakat, di mana perubahan dalam struktur sosial dapat memengaruhi hukum, dan sebaliknya, perubahan hukum dapat memengaruhi perilaku masyarakat. Dengan menggunakan metodologi sosiologis, para peneliti dapat mengeksplorasi isu-isu kontemporer yang dihadapi umat Islam, termasuk integrasi hukum Islam dalam sistem hukum nasional dan interaksi dengan hukum internasional.

KESIMPULAN

Sosiologi hukum merupakan disiplin yang mendalami hubungan timbal balik antara hukum dan fenomena sosial dalam masyarakat, menekankan bahwa hukum bukan sekadar seperangkat norma, melainkan hasil interaksi sosial yang kompleks. Dalam konteks ini, kelompok sosial, baik formal maupun informal, memiliki aturan yang berbeda dari hukum yang berlaku, menciptakan kerangka acuan yang dipengaruhi oleh nilai-nilai kelompok tersebut. Hukum berfungsi sebagai cerminan nilai-nilai masyarakat serta sebagai pengatur interaksi sosial, di mana perubahan sosial berdampak pada revisi hukum dan sebaliknya. Pendekatan yuridis empiris dan normatif penting untuk memahami dinamika ini, dengan yuridis empiris fokus pada realitas sosial dan interaksi hukum, sementara yuridis normatif menganalisis kaidah hukum tertulis. Berbagai aliran pemikiran hukum, seperti positivisme, sociological jurisprudence, living law, dan utilitarianisme, memberikan perspektif berbeda dalam memahami peran hukum, di mana hukum harus mencerminkan nilai-nilai masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kebaikan terbesar bagi banyak orang. Pemikiran para tokoh seperti Emile Durkheim dan Max Weber menambah dimensi sosiologis dalam pemahaman hukum, sedangkan konsep hukum progresif dan pluralisme hukum menawarkan solusi untuk menghadapi tantangan hukum di Indonesia yang multikultural. Dengan pendekatan sosiologis dalam studi hukum Islam, kita dapat mengeksplorasi isu-isu kontemporer dan integrasi hukum Islam dalam sistem hukum nasional, sehingga hukum dapat berfungsi secara efektif dalam menciptakan keadilan dan kesejahteraan.

PENUTUP

Terima kasih telah menyaksikan! Semoga pembahasan ini bermanfaat. Jika teman-teman menyukai konten ini, jangan lupa untuk like dan subscribe. Saya ingin mendengar pendapat teman-teman di komentar. Sampai jumpa di video selanjutnya! Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun