h. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Tindak pidana korupsi diatur secara komprehensif dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Adapun mengenai tindak pidana korupsi sebagaimana tercantum dalam UU. Tindak Pidana Korupsi, terdapat 2 pasal inti yang dijadikan sebagai parameter dalam penentuan suatu tindak pidana korupsi. Pasal tersebut termasuk dalam kategori delik E-ISSN: 2775-2038 150 korupsi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Kedua pasal tersebut adalah Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3. Dalam putusan peninjauan kembali Nomor 281 PK/Pid.sus/2021, Majelis Hakim Mahkamah Agung pada tingkatan Peninjauan Kembali dengan segala pertimbangan hukumnya mengabulkan peninjauan kembali tersebut dengan menjatuhkan putusan yang pada pokoknya adalah menyatakan Terpidana Suroto lepas dari segala tuntutan hukum (onstlag van alle rechtvervolging). Hakim dalam menjatuhkan putusan tersebut telah cermat dan tepat dalam menganalisis unsur-unsur yang ada dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
i. Kelebihan dan Kekurangan Artikel, Serta Saran
Model analisis yang digunakan sangat tepat. Abstrak yang ditulis cukup menyeluruh dan mencakup semua aspek bahasan penelitian yang diangkat oleh penulis sehingga memudahahkan pembaca dalam memahami isi daan pembahasannya. Penulis cukup detail dalam memberikan metode penelitian. Penggunaan bahasa dan analisis yang dilakukan oleh penulis juga sangat mudah dipahami. Selanjutnya, penulis seharusnya dapat mengembangkan kembali penyajian materinya sehingga akan memberikan pengetahuan dan wawasan yang lebih lengkap.
Sarannya adalah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai dasar hukum dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi perlu ditinjau Kembali. Hakim sebagai ujung tombak dalam penegakan hukum hendaknya harus jeli dan cermat dalam menerapkan pasal terhadap pelaku tindak pidana korupsi.
Review Jurnal 3
Reviewer              : Haris Syafrudin (STB. 4383 / Absensi 21)
Dosen pembimbing   : Markus Marselinus Soge, S.H., M.H.
a. Judul                : Urgensi Pelaksanaan Rehabilitasi Terhadap Penyalahgunaan Narkotika Oleh Badan Narkotika Nasional
b. Penulis             : Bintang Krins Tambunan
c. Jurnal               : Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan, Fakultas Hukum UNS, 2023
d. Link Artikel Jurnal  : https://jurnal.uns.ac.id/recidive/article/view/68144
e. Pendahuluan / Latar Belakang
Pemerintah dalam tugasnya, yaitu bertanggung jawab dalam menjamin kehidupan masyarakat telah melakukan upaya nyata dalam memberantas penyebaran dan penyalahgunaan narkotika dengan membuat kebijakan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Recidive. 7(2): 101-133 45 Narkotika (selanjutnya disebut UU Narkotika) untuk menekan angka penyebaran narkotika yang membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Tujuan dari pembentukan UU Narkotika dalam pemberantasan kejahatan narkotika untuk mengatur upaya pemberantasan peredaran gelap dengan menjatuhkan sanksi pidana bagi yang melanggarnya berupa pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, dan menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial bagi penyalahgunaan narkotika. Tidak dapat dipungkiri dalam tataran praktiknya, sering terjadi tidak dipilah atau dibedakannya hukuman terhadap pengguna narkotika oleh aparat peegak hukum. Akibatnya banyak orang yang terbukti sebagai pengguna narkotika disinyalir seakan-akan sebagai pengedar narkotika, dengan dijatuhi hukuman penjara seperti perkara pengedar.
Adanya upaya rehabilitasi dalam UU Narkotika agar setiap penyalahgunaan narkotika tidak lagi bergantung atau terlepas dari jeratan narkotika, sehingga dapat dikatakan pelaksanaan penegakan hukum dalam memberantas tindak pidana narkotika masih dapat dikatakan kurang maksimal. Dalam pelaksanaan penyelenggaraan peradilan pidana dalam rangka pemberantasan tindak pidana narkotika, dibutuhkan ketegasan dari aparat penegak hukum, yaitu BNN bersama dengan Kepolisian Republik Indonesia sebagai garda terdepan menangani kasus pidana dalam hal ini tindak pidana narkotika, sehingga diharapkan para penggu na narkotika mendapat hukuman sesuai dengan apa yang seharusnya yang tercantum di dalam undang-undang a quo.
f. Konsep / Teori dan Tujuan Penelitian