Beberapa waktu lalu Masyarakat Ternate Utara digegerkan dengan Kasus Aborsi yang melibatkan sepasang mahasiswa berinisial ILE (pria) dan MU (wanita), keduanya berusia 22 tahun. Mereka ditangkap polisi setelah melakukan aborsi terhadap janin yang berusia sekitar lima bulan. Aborsi dilakukan dengan mengonsumsi obat penggugur kandungan yang dipesan melalui aplikasi belanja online.Â
MU mengalami sakit hebat setelah meminum obat, dan akhirnya janin dikeluarkan dengan bantuan ILE. Karena panik, ILE kemudian menguburkan janin tersebut di belakang rumah warga di Kelurahan Salero, Ternate Utara.Â
Polisi kemudian menemukan janin tersebut setelah laporan dari warga, dan keduanya kini ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dikenai pasal terkait dengan undang-undang kesehatan dan perlindungan anak.
Yang mana proses aborsi menggunakan obat merupakan prosedur yang illegal dimata hukum dan sangat berbahaya bagi manusia. Metode aborsi bervariasi tergantung pada usia kehamilan, kondisi kesehatan pasien, dan kebijakan hukum setempat. Secara umum, metode aborsi dapat dibagi menjadi dua jenis utama:
1. Aborsi Medis (Aborsi dengan Obat)
Aborsi medis menggunakan obat-obatan untuk mengakhiri kehamilan tanpa operasi. Ini umumnya dilakukan pada awal kehamilan (hingga 9 minggu). Yaitu menggunaka Mifepristone maupun Misoprostol yang diambil 24--48 jam setelah mifepristone, yaitu dengan cara dimasukkan melalui vagina. Ini menyebabkan perdarahan dan kram, yang mirip dengan menstruasi berat. Proses ini biasanya selesai dalam beberapa jam atau beberapa hari.
2. Aborsi Bedah (Aborsi dengan Prosedur Operasi)
Aborsi bedah melibatkan prosedur fisik untuk mengakhiri kehamilan. Metode bedah yang digunakan tergantung pada usia kehamilan. Ada 2 cara pembedahan yang pertama ialah Kuretase Aspirasi (Suction Curettage), Dokter akan memasukkan alat penghisap melalui serviks untuk mengangkat jaringan kehamilan dari Rahim, yang kedua ialah Dilatasi dan Evakuasi (D&E) Prosedur ini melibatkan pelebaran serviks dan penggunaan alat bedah serta penghisap untuk mengangkat janin dari Rahim.
Aborsi menurut hukum kesehatan di Indonesia diatur dalam UU No. 36 Tahun 2009 dan PP No. 28 Tahun 2024. Aborsi legal hanya diizinkan dalam situasi tertentu, seperti untuk melindungi kesehatan ibu atau jika kehamilan akibat perkosaan. Prosedur aborsi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten di fasilitas kesehatan yang memenuhi standar.Â
Keselamatan dan kesehatan mental pasien menjadi prioritas utama dalam pelaksanaannya. Aborsi yang dilakukan secara tidak aman dapat menyebabkan berbagai komplikasi berbahaya, termasuk infeksi serius, pendarahan hebat, kerusakan organ reproduksi, hingga risiko kematian. Selain dampak fisik, aborsi juga bisa meninggalkan efek psikologis, seperti depresi dan trauma berkepanjangan.
Kasus aborsi yang melibatkan sepasang mahasiswa ILE dan MU menunjukkan betapa krusialnya pendidikan seks dan akses terhadap layanan kesehatan reproduksi yang aman. Tindakan mereka mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh banyak individu dalam situasi sulit, serta konsekuensi dari kurangnya informasi dan dukungan. Ini juga menyoroti perlunya kebijakan yang lebih inklusif dan sosialisasi mengenai hak-hak reproduksi untuk mencegah situasi serupa di masa depan. Kejadian ini perlu ditangani dengan pendekatan yang empatik dan edukatif, bukan hanya hukuman.
Maka pada 26 Juli 2024 lalu, Joko Widodo (Jokowi) Presiden RI telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, yang merupakan aturan pelaksana Undang-Undang No 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan.Â
Salah satunya terkait izin aborsi bersyarat. Kebijakan baru ini diharapkan dapat mengurangi angka kematian ibu akibat kehamilan yang tidak diinginkan.Serta mengurangi angka praktik aborsi ilegal dan aborsi hanya dapat dilakukan dalam kondisi darurat medis.
Berikut merupakan syarat aborsi sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2024:
1. Aborsi diperbolehkan atas indikasi darurat medis; Bagi Korban pemerkosaan maupun Korban Kekerasan seksual
(Pasal 116)
a. Setiap Orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana.
2. Aborsi dilakukan pada fasilitas Kesehatan yang memenuhi Sumber Daya Kesehatan
(Pasal 119)
a. Pelayanan aborsi yang diperbolehkan hanya dapat dilakukan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat lanjut yang memenuhi Sumber Daya Kesehatan sesuai standar yang ditetapkan oleh Menteri.
b. Pelayanan aborsi hanya dapat dilakukan oleh Tenaga Medis dan dibantu oleh Tenaga Kesehatan sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya.
3. Aborsi diberikan oleh dokter yang memiliki kompetensi dan kewenangan (Pasal 120)
a. Pelayanan aborsi diberikan oleh tim pertimbangan dan dokter yang memiliki kompetensi dan kewenangan.
b. Tim pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan pertimbangan dan keputusan dalam melakukan pelayanan aborsi karena adanya kehamilan yang memiliki indikasi kedaruratan medis dan/atau kehamilan akibat tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain.
c. Dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas melakukan pelayanan aborsi karena adanya kehamilan yang memiliki indikasi kedaruratan medis dan/atau kehamilan akibat tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain.
4. Aborsi hanya boleh dilakukan atas persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan dan suami.Â
 (Pasal 122)Â
a. Pelayanan aborsi hanya dapat dilakukan atas persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan dan dengan persetujuan suami, kecuali korban tindak pidana perkosaan.Â
b. Pengecualian persetujuan suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1)juga berlaku terhadap korban tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.Â
c. Dalam hal pelaksanaan pelayanan aborsi dilakukan pada orang yang dianggap tidak cakap dalam mengambil keputusan, persetujuan dapat dilakukan oleh keluarga lainnya.Â
5. Aborsi harus mendapat pendampingan dan konseling.
(Pasal 123)
a. Dalam pelayanan aborsi harus diberikan pendampingan dan konseling sebelum dan setelah aborsi, yang dilakukan oleh Tenaga Medis, Tenaga Kesehatan, dan atau tenaga lainnya.
(Pasal 124)
a. Dalam hal korban tindak pidana perkosaan dan/atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan memutuskan untuk membatalkan keinginan melakukan aborsi setelah mendapatkan pendampingan dan konseling, korban diberikan pendampingan oleh konselor selama masa kehamilan, persalinan, dan pascapersalinan.
b. Anak yang dilahirkan dari ibu korban tindak pidana perkosaan dan/atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan berhak diasuh oleh ibu dan/atau keluarganya.
c. Dalam hal ibu dan/atau keluarga tidak dapat melakukan pengasuhan, anak dapat diasuh oleh lembaga asuhan anak atau menjadi anak yang dipelihara oleh negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Adapun Sanksi hukum untuk aborsi ilegal di Indonesia diatur dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pelanggaran terhadap ketentuan aborsi dapat dikenakan hukuman penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp 1 miliar. Hal ini berlaku untuk semua pihak yang terlibat, termasuk wanita yang melakukan aborsi ilegal dan tenaga medis yang melaksanakan aborsi tanpa izin. Selain itu, ada juga konsekuensi hukum bagi fasilitas kesehatan yang tidak memenuhi standar dalam pelaksanaan aborsi.
Legalitas aborsi di Indonesia memicu pro dan kontra yang kuat. Pendukung berargumen bahwa aborsi harus diizinkan untuk melindungi kesehatan dan hak reproduksi wanita, terutama dalam kasus perkosaan atau ancaman terhadap nyawa ibu.Â
Sebaliknya, penentang menganggap aborsi sebagai tindakan yang tidak etis dan melanggar norma agama serta moral. Diskusi ini mencerminkan tantangan dalam menyeimbangkan hak-hak individu dengan nilai-nilai masyarakat, menunjukkan bahwa setiap keputusan memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan dan kesejahteraan wanita.
Menjaga diri sebagai perempuan berarti memahami dan menghargai hak-hak kita, serta mengambil langkah-langkah proaktif untuk melindungi kesehatan fisik dan mental. Ini termasuk meningkatkan kesadaran akan situasi di sekitar, menjalin jaringan dukungan, dan tidak ragu untuk mencari bantuan jika diperlukan.Â
Pendidikan tentang kesehatan reproduksi dan pemahaman akan batasan pribadi juga penting untuk mencegah risiko dan menjaga kesejahteraan. Ingatlah bahwa setiap perempuan berhak merasa aman dan dihargai dalam semua aspek kehidupan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI