Mohon tunggu...
Tedy Aprilianto
Tedy Aprilianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Individu merdeka permbelajar filsafat untuk memberi gambaran opini generasi muda

Mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada | Pembelajar Filsofis dan Pecinta Perjalanan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Polemik Penundaan Pemilu: Pemantik Gejolak Kritisisme Masyarakat dalam Memperjuangkan Amanat Demokrasi

19 April 2022   09:57 Diperbarui: 19 April 2022   10:03 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi Demonstrasi/Foto : Merdeka.com

Maka kemungkinan wacana itu dapat menimbulkan sebuah konflik baru yang berujung pada kekerasan yang menelusur pada titik akhir berupa kehancuran dan ketidakjelasan arah negeri ini.

Profestisme kaum intelektual di tengah gejolak kritisisme ini memberikan sebuah kekuatan dalam politik praksis. Di dalam hal ini tanggung jawab besar melekat pada kaum intelektual di dalam mempertaruhkan diri untuk menentukan jalan sejarah peradaban di negeri ini. Gejolak pemikiran kritisisme adalah bentuk kewajiban di dalam memenuhi panggilan sejarah di negeri ini. 

Dengan adanya isu penundaan pemilu ini menjadikan sebuah kontradiktif perpolitikan di Indonesia. Isu tersebut menjadikan politik di negeri ini sudah tidak berjalan sesuai fungsinya. Kebaikan bersama yang menjadi harapan kian sirna dengan lahirnya kegelisahan-kegelisahan bersama.

Selain itu ketika masyarakat berusaha mengkritisi wacana penundaan pemilu, masyarakat mengalami kondisi yang tidak ada aman. Didukung dengan peretasan data pribadi dan sosial media beberapa mahasiswa yang mencoba menyuarakan isu itu, seakan-akan pemerintahan rezim ini telah melakukan pembungkaman atas segala suara hati aspirasi masyarakat.

Dengan adanya fenomena peretasan yang kian berkesinambungan dengan gejolak masyarakat Indonesia, maka masyarakat Indonesia ahkir-ahkir ini dapat dikatakan telah menjadi korban di dalam permainan politik.

Isu penundaan pemilu dan kebebasan berpendapat yang dibungkam menjadikan boomerang dari pemerintahan rezim ini atas reformasi yang telah terjadi. 

Apapun dalih pembelaanya elite politik dalam rezim pemerintahan ini tidaklah mempan. Dan pemerintah itulah yang mengabaikan politik di negeri ini dari hakikat luhur reformasi. 

Kritisme dalam wacana penundaan pemilu ini harus terus digaungkan untuk menumbuhkan iklim baru kritisisme dalam mencegah semakin maraknya apatisme. 

Jika masyarakat di negeri ini masih tetap apatis dengan penundaan pemilu ini, maka peradaban kritis akan mengalami kemunduran serta keberlanjutan penindasan intelektual dengan cara apapun akan melestari.

Dalam isu wacana penundaan pemilu ini jika dikaji di dalam pendapat Sosiolog Yaraf Amir Piliang, perpolitikan di Indonesia ini akan bisa dijadikan alat penguasa untuk melegalkan berbagai cara. Hal ini terbukti dengan klaim dari Luhut untuk melanggengkan wacana penundaan pemilu ini. 

Selain itu Luhut di dalam melanggengkan keinginan penundaan pemilu, menjadikan dirinya sebagai aktor politik yang minim dalam intelektualitas,moralitas (software politik) dan media politik serta perangkatnya (hardware politik ). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun