Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cermin dan Legenda di Balik Katoptrofobia

5 Agustus 2024   12:09 Diperbarui: 5 Agustus 2024   12:31 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang Afrika percaya bahwa pantulan wajah dan badan di permukaan air yang tenang berhubungan erat dengan kematian. Itu sebabnya mereka tidak mau melihat wajah mereka di permukaan air. Mereka takut, buaya atau roh jahat akan memangsa jiwa mereka hanya dengan meraup bayangan mereka di permukaan air.

Setelah benda bernama cermin muncul di tengah kehidupan manusia, keyakinan akan bayangan pada permukaan air yang tenang dan hubungannya dengan bencana atau kematian tidak serta-merta pupus. Justru cermin dikaitkan dengan permukaan air yang tenang itu.

Orang Indian melarang orangtua, terutama kaum ibu, untuk memperlihatkan cermin kepada bayi di bawah satu tahun. Itu sangat tabu. Berbahaya bagi bayi yang jiwanya belum berkembang, untuk becermin sebelum ulang tahun pertama. Kalau tidak, mereka akan menjadi gagap.

Selain itu, banyak juru tenung atau peramal pada kitaran abad ke-17 yang menggunakan cermin sebagai media untuk meramal. Ramalan cermin itu, lazim disebut katopromansi (catoptromancy), dilakukan dengan mencelupkan cermin logam ke dalam air dan mempelajari bayangan orang yang sakit untuk memutuskan apakah orang itu akan hidup, sekarat lama, atau segera mati.

Orang-orang juga memercayai bahwa banyak roh jahat yang terperangkap di dalam cermin. Ketika ada orang yang berdiri di hadapan cermin (tempat roh jahat terjebak), roh jahat akan muncul dan menghantui orang itu.

Menurut takhayul, cermin bisa menjebak jiwa orang yang sekarat. Maka, dijauhkanlah orang yang tengah koma dari cermin. Seorang wanita yang melahirkan dan terlalu cepat becermin akan melihat wajah-wajah hantu mengintip dari balik bayangannya.

Orang-orang Romawi menandai cermin pecah sebagai tanda nasib buruk selama tujuh tahun. Jika orang yang melihat bayangan dirinya di cermin pecah maka bayangannya akan pecah di cermin dan nasib buruk akan terus berlanjut selama tujuh tahun.

Mitos purba menyatakan bahwa cermin memiliki kekuatan magis, termasuk kekuatan untuk meramalkan masa depan. Cermin dianggap juga sebagai alat para Dewa. Dengan demikian, memecahkan cermin berarti menghilangkan kekuatannya, jiwa akan tersesat dari tubuh dan kemalangan akan menimpa orang yang pantulannya terakhir kali ada.

Jika orang yang memecahkan cermin itu terlalu malas atau sibuk, untuk menghindari kutukan maka biarkan saja pecahan cermin seperti semula selama tujuh jam, kemudian segera mengambilnya setelah tujuh jam berlalu.

Belum lagi kisah purba tentang Narcissus yang jatuh cinta dan merindukan bayangannya sendiri di genangan air; dongeng Ratu Putri Salju yang memiliki cermin ajaib dan Alice berjalan melalui kaca itu ke dunia lain; legenda urban tentang pemanggilan Bloody Mary dengan menyebut namanya tiga kali di cermin.

Dengan begitu, salah satu penyebab fobia cermin ialah kepercayaan akan kekuatan supranatural yang berada di balik cermin. Selain tidak suka akan citra diri di cermin, pengidap katoptrofobia menyakini bahwa ada roh jahat di dalam cermin yang sewaktu-waktu mengancam nyawa mereka jika mereka becermin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun