Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perokok Indonesia Tertinggi di Dunia, Donor Bos Pabrik Rokok, dan Pengalaman Berhenti Merokok

26 Juli 2024   04:38 Diperbarui: 26 Juli 2024   10:14 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gairah berhenti merokok (Foto: picture-alliance/abaca/ R. Ben-Ari)

/1/

Saya kaget. Sangat kaget. Jumlah perokok di Indonesia mencapai 70,5%. Posisi teratas jumlah ahli isap tertinggi di dunia dikuasai oleh para perokok di Indonesia. Begitu laporan resmi World of Statistics yang dilansir pada 20 Agustus 2023.

Posisi kedua diduduki Myanmar dengan 70,2%, disusul oleh Bangladesh (60,6%), Chili (49,2%), Tiongkok (47,7%), Afrika Selatan (46,8%), Yunani (45,3%), Sri Lanka (43,2%), Malaysia (42,7%), dan Thailand (42,5%) yang menempati posisi ke-10.

/2/

Saya kaget. Sangat kaget. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menjelaskan bahwa salah satu risiko buruk mengisap rokok adalah serangan kanker. Celaka lantaran kanker itu tidak sebatas mengancam perokok aktif, tetapi sekaligus mengincar perokok pasif.

Selain kanker, rokok berpotensi meningkatkan risiko kejadian penyakit paru-paru kronis, merusak gigi dan menyebabkan bau mulut, stroke, dan serangan jantung, serta tulang lebih mudah patah. Selain itu, merokok berpotensi juga menyebabkan gangguan pada mata seperti katarak, kanker leher rahim dan keguguran pada wanita, serta kerontokan rambut.

/3/

Saya kaget. Sangat kaget. Sutopo Purwo Nugroho, mantan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), wafat pada Ahad siang (07/07/2019) di Guangzhou, Tiongkok.

Sutopo mengidap kanker paru-paru, padahal ia bukan seorang perokok. Pada Januari 2018, ia kaget saat pertama kali mengetahui kalau ia mengidap kanker, sebab ia tidak merokok. "Perokok pasif saja seperti saya bisa sakit kanker paru-paru, apalagi perokok aktif," tuturnya.

/4/

Saya kaget. Sangat kaget. Jumlah perokok di Indonesia, menurut Tabasco Atlas, mencapai 57 juta jiwa. Coba bayangkan apa yang akan terjadi apabila tiap perokok saban hari menghabiskan 10 batang rokok.

Sekarang mari kita ambil kalkulator. Puntung rokok dari 57 juta perokok dengan rata-rata 10 batang per hari akan mencapai 570.056.240 puntung. Dalam sebulan menjadi 17.101.687.200 puntung. Berapa puntung dalam setahun? Tidak tanggung-tanggung, jumlahnya mencapai 208.070.527.600 puntung.

Gairah berhenti merokok (Foto: picture-alliance/abaca/ R. Ben-Ari)
Gairah berhenti merokok (Foto: picture-alliance/abaca/ R. Ben-Ari)

/5/

Saya kaget, sungguh kaget. Nathalia C Tjandra, dosen Marketing The Business School Edinburg Napier University, London, menyatakan bahwa hampir 40% perokok aktif di Indonesia berasal dari kalangan remaja laki-laki.

"Meski konsumsi rokok secara jelas berdampak buruk bagi kesehatan," papar Nathalia, "tetapi konsumsi rokok Indonesia terus naik, bahkan 36,3 persen. Bukan hanya itu, 73,3 persen pria di atas 15 tahun pun rentan terhadap rokok."

Pada sisi lain, dari data Riset Kesehatan Dasar pada 2018 yang dilansir Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, diketahui bahwa prevalensi perokok remaja usia 10--18 tahun meningkat menjadi 9,1% dari 7,2% pada tahun 2013.

/6/

Saya kaget, sungguh kaget. Menurut data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), sebanyak 40% anak di dunia telah menjadi perokok pasif dan lebih dari 2,6 juta anak di Indonesia adalah perokok aktif.

Anak yang menjadi perokok pasif--orang yang bukan perokok, tetapi menghirup asap rokok orang lain atau berada dalam satu ruangan tertutup dengan orang yang merokok--menjadi lebih rentan mengeluhkan batuk lama, menderita sakit radang paru, dan asma.

Makin banyak anak-anak yang merokok. Lebih dari 30% anak Indonesia merokok sebelum usia 10 tahun (GYTS, 2009). Lebih mengenaskan lagi, ada anak yang sudah mulai merokok pada usia dua tahun. Itu sangat mengerikan.

/7/

Saya kesal. Sangat kesal. Banyak sekali perokok di Indonesia yang tidak merasa kalau asap rokoknya amat mengganggu orang. Gangguan itu tidak hanya mengancam raga, tetapi sekaligus mengancam jiwa.

Ancaman raga berkaitan erat dengan gangguan kesehatan. Di antaranya, kanker dan paru. Ancaman jiwa meliputi perasaan dongkol, sebal, atau jengkel karena asap rokok dapat membuat badan dan pakaian orang yang tidak merokok jadi berbau rokok.

/8/

Saya kesal, sangat kesal. Sebanyak 75% bahaya asap rokok akan dirasakan oleh perokok pasif, sedangkan perokok aktif hanya 25% karena keberadaan filter pada ujung batang rokok. Pada sisi lain, berdasarkan Riskesdas 2013, sedikitnya 25.000 kematian di Indonesia menimpa perokok pasif akibat menghirup asap rokok.

Lebih mengesalkan lagi, banyak perokok yang tidak tahu tempat. Asal isap rokok, asal sembur asap. Tidak peduli di dekat bayi atau anak-anak, di dalam angkutan umum, di dalam ruangan tertutup, bahkan di rumah ketika acara riungan keluarga.

/9/

Saya salut, sangat salut. Pemerintah Kota Ikoma, Jepang, memangkas area merokok. Tidak hanya itu. Pemerintah memberlakukan peraturan baru. Perokok dilarang menggunakan lift di Balaikota Ikoma, setidaknya hingga 45 menit setelah merokok.

Waktu selama 45 menit itu dianggap efektif untuk menetralisir napas seseorang setelah merokok. Peraturan itu diterapkan untuk memastikan udara di Balaikota Iboma bebas dari zat-zat berbahaya yang didapat dari merokok.

/10/

Saya bingung, sangat bingung. Anggaran BPJS Kesehatan sering defisit. Lebih bingung lagi, defisit anggaran itu ditalangi dari pajak rokok. Pada 2018, dana sebanyak Rp4,9 triliun dari pajak rokok daerah disuntikkan ke "tubuh BPJS Kesehatan". Itu berarti BPJS Kesehatan diselamatkan oleh para perokok selaku penyokong cukai untuk negara.

Solusi seperti itu sangat bermasalah. Memecahkan masalah dengan masalah baru. Pemerintah terlihat panik menyeimbangkan anggaran. Akibatnya, klaim BPJS Kesehatan makin melonjak karena penyakit dari rokok.

Semangat mematikan rokok (Foto: morgueFile/DodgertonSkillhause)
Semangat mematikan rokok (Foto: morgueFile/DodgertonSkillhause)

/11/

Saya takjub, sangat takjub. Ada orang kaya di Indonesia. Namanya Budi Hartono. Ia pemilik perusahaan rokok gede di Indonesia. Kekayaannya mencapai 175 triliun. Meskipun pemilik pabrik rokok besar, Pakde Hartono seumur hidup belum pernah merokok. Tepatnya, tidak pernah merokok.

Jangan-jangan Pakde Hartono tidak merokok karena ia takut jatuh miskin. Oh, jauhkan prasangka receh itu. Ia tidak mau merokok karena khawatir tidak bisa menikmati kekayaannya akibat bolak-balik konsultasi ke ahli paru.

/12/

Saya bangga, sangat bangga. Tepat beberapa menit setelah si bontot lahir, saya berhenti merokok. Benar-benar berhenti, sampai-sampai mencium asap rokok saja bisa membuat saya keleyengan. Apa motivasi yang membuat saya bisa berhenti merokok? Saya tidak mau si bontot menjadi perokok pasif.

Almarhum bapak saya kerap menuturkan kepada saya, saban membahas rokok dengan tetelan faedah dan kerugiannya, tentang keuntungan anak yang ayahnya tidak merokok.

Keuntungan memiliki ayah yang tidak merokok adalah (1) paru-paru lebih sehat karena asupan udara di rumah tidak dikotori asap rokok; (2) uang untuk membeli rokok beralih untuk membiayai pendidikan dan kebutuhan lain; (3) kemungkinan anak menjadi perokok mengecil karena ayahnya tidak merokok; dan (4) tidak butuh biaya berobat akibat merokok.

/13/

Saya berharap, benar-benar berharap, tetap berada di luar kitaran 70% warga Indonesia yang menyumbang 208.070.527.600 puntung, yang menyokong bibit penyakit bagi para perokok pasif, dan menjerumuskan anak-anak mereka dan anak-anak orang ke dalam ancaman penyakit.

Sementara itu, biarlah 70% warga Indonesia yang termasuk dalam kriteria perokok tertinggi di dunia tetap bersemangat menjadi pendonor cukai bagi negara, penyumbang dana bagi BPJS Kesehatan, penopang hidup jutaan petani tembakau, pendukung nasib dan keberlanjutan hidup buruh pabrik rokok, sekaligus pemasuk uang bagi bos-bos pabrik rokok yang sudah kaya raya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun