Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Sirik, Dendam, dan Kepala Puyeng: Proses Kreatif Menyunting Novel KAPV

16 Juli 2024   14:52 Diperbarui: 17 Juli 2024   15:37 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini harus jadi, Daeng. Tidak boleh gagal. Novel bareng harus terwujud. Apa pun risikonya, bagaimanapun caranya.

Begitu titah Widz Stoops, sahabat Kompasiner sekaligus dedengkot Eskaber, ketika meminta kesediaan saya untuk menjadi kuncen novel keroyokan. Padahal, saat itu saya sedang meriset untuk bahan novel. Meski begitu, saya tetap mengiya.

Dalam rentang dua malam, saya tuntaskan rancang bangun novel bareng itu. Teknis penulisan, bagaimana peserta berpastisipasi, dan perkara pengemasan setelah tiap-tiap peserta merampungkan bagiannya. Singkatnya, tiap-tiap penulis masing-masing akan menganggit satu bab.

Sederhana konsepnya, berat praktiknya.

Waktu berjalan. Berasa singkat dan lengas. Saban lima hari berlalu, satu cerita akan muncul di situs web Secangkir Kopi Bersama. Pada saat yang sama, penulis mengirim naskahnya kepada saya, selaku kuncen, untuk disunting pada akhir kisah.

Awalnya berjalan lancar. Hingga seorang penulis mundur di tengah jalan. Kesibukan dan kepenatan alasannya. Inisiator Widz dan saya menyetujui. Kami ambil jalan tengah. Saya akan mengambil bagian dari penulis yang mundur tersebut.

Beban kuncen bertambah. Bab 1, bab penulis yang mundur, dan bab penutup. Belum lagi, tugas penyuntingan. Oey, semangat!

***

APA kerangka awal novel keroyokan ini?

Cinta segitiga. Dua orang bersahabat karib, sangat akrab sampai-sampai bagai keluarga sendiri, jatuh cinta pada perempuan yang sama. Dua-duanya melamar perempuan yang sama. Sayang sekali, hanya satu peminang yang lamarannya diterima. Alhasil, lelaki yang ditolak pinangannya menanak dendam di dadanya. Ia membunuh sahabatnya sendiri itu di sebuah pojok kota Nikolaiviertel, Berlin, di hadapan anak sahabatnya yang saat itu masih berusia 4 tahun.

Dari situ cerita dibangun. Dari fondasi bernama sirik, yakni harga diri, rasa malu, dan keyakinan hidup masyarakat suku Makassar. Adalah Craen Mark yang merasa nipakasirik (dipermalukan) oleh sahabatnya sendiri. Dan, harga dirinya baru tegak kembali jikalau ia sudah menghabisi orang yang mempermalukannya.

Di balik sirik itu berkobar api dendam. Dendam Segara kepada Craen Mark yang telah menghabisi orangtuanya; dendam Craen Mark kepada orangtua Segara karena pinangan pada masa lalu yang tertolak; dendam banyak pihak yang pilin-memilin akibat sulut dua dendam itu.

Filosofi hidup suku Makassar mengawali cerita. Berkembang hingga ke penjuru dunia. Menyebar hingga ke antero Nusantara. Kisah yang bermula dari cinta segitiga lantas beranak pinak kisahannya hingga ritual perawan Vestal di Italia.

Liar dan banal. Napas kearifan lokal tetap terjaga, latar universal terus menyata. Itulah novel keroyokan 33 penulis: Kapak Algojo dan Perawan Vestal.

***

SELESAI? Ya. Novelnya selesai. Tiap-tiap penulis berhasil menyelesaikan kewajibannya. Amanat menulis per bagian berhasil dituntaskan. Saya, selaku kuncen, telah pula menulis tiga bagian. Rampung.

Namun, prosesnya belum benar-benar rampung.

Kuncen kebagian "kepala puyeng". Saya hafal gaya menulis Bamby Cahyadi dan Pringadi, sebab saya kerap membaca karangan mereka. Yang lain? Buta. Ada yang bisa saya lacak. Ita Sembiring. Selebihnya? Gelap.

Akan tetapi, di situlah tantangannya. Saya mesti menyunting gubahan Lazarus Dina. Untung beliau sedang getol menulis percikan novel di Kompasiana, jadi lumayan tidak memusingkan. Saya mesti menyunting anggitan Aki Hendro Santoso. Kompasianer satu ini keranjingan menulis sepakbola dan didadak menulis novel. Hayya!

Cukup. Dua nama itu saja yang saya sebut, sebab dua-duanya takkan marah sekalipun saya misuh-misuh. Mereka sudah "tahan banting". Ada satu lagi. Pak Guru. Begitu sapa akrab saya kepada Om Arif Rohman Saleh. Apakah Pak Guru bikin kepala saya puyeng? Ya. Sedikit. Sedikit masih berasa hingga sekarang. Hahaha.

Moga-moga tidak ada yang tersinggung. Tugas selaku kuncen memang tidak mudah. Sangat tidak mudah. Saya mesti menjaga agar cerita terjalin dengan utuh, tedas, dan renyah baca. Saya mesti menjaga agar cerita terhindar dari anakronik dan cacat logika.

Satu hari kadang cuma bisa menyunting satu halaman. Tidak apa-apa. Pelan-pelan pun tak apa. Asal napas cerita terjaga. Butuh enam bulan lamanya menyunting novel bareng ini. Dan, tidak dibayar sepeser pun.

Setelah rampung, saya coba sodorkan kepada tiga penerbit. Rata-rata menampik bukan karena novel tidak layak terbit, melainkan karena bingung akan seperti apa kerja sama penerbitan dengan 33 penulis.

Walakin, saya kembalikan kepada inisiator. Biarlah Mbak Widz Stoops yang memikirkan kelahiran KAPV. Lalu, tibalah kabar menggembirakan. KAPV lahir dengan selamat. Buah pena teman-teman akhirnya menjadi nyata. Terbit. Selamat buat semua penulis.

Saya senang. Saya bahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun