Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Marshel Widianto, Pelet Popularitas, dan Politik Uang

23 Juni 2024   05:00 Diperbarui: 23 Juni 2024   05:42 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Marshel Widianto, komika yang rasis terhadap bangsa yang terancam genosida dan percaya pada kabar hoaks, tiba-tiba menguasai jagat tren pembicaraan di media sosial. Tidak hanya di IG atau Tiktok, kabar soal Marshel juga tren di Facebook dan X. Pelawak tunggal berambut kribo itu mendadak tenar.

Marshel jadi buah bibir. Kali ini bukan karena pengakuan jujur tentang kelakuannya membeli video syur, bukan karena mangkir syuting dengan alasan sakit padahal syuting di tempat lain pada saat yang sama, melainkan karena ia dicalonkan menjadi kandidat Wakil Walikota Tangerang Selatan pada pilkada serentak 2024.

Adakah partai politik yang sesomplak itu sampai kekurangan kader atau figur yang layak diusung? Ada, Partai Gerindra yang lantang menyatakan akan mengusung Marshel. Partai bentukan Prabowo Subianto itu bak kekurangan, atau malah kehabisan, kader hingga tega mencalonkan Marshel.

Kalau dipikir-pikir, alasan yang membuat Partai Gerindra ngeyel mencalonkan Marshel tampaknya karena popularitas komika yang, syahdan, pada masa bocahnya hidup dalam belitan kemiskinan.

Popularitas memang pelet paling mujarab bagi partai politik di Indonesia. Banyak parpol yang menggadaikan sistem kaderisasi demi membentangkan karpet merah bagi para pesohor di dunia hiburan.

Pelet popularitas itu pula yang naga-naganya membuat petinggi Gerindra malas berpikir panjang. Bayangkan Tangerang Selatan punya 1,7 juta jiwa, tetapi elite partai tidak melihat ada seorang pun yang bisa menyaingi wawasan luas Marshel.

Ingat, alasan lain mengapa harus Marshel karena ia dianggap berwawasan luas. Itu kata petinggi Partai Gerindra.

Rakyat Tangsel Dikorbankan Parpol

Sejauh ini, politik elektoral di negara kita masih menganut paham popularitas alih-alih layak dan kompeten. Seseorang yang tidak layak dan tidak kompeten akan dicalonkan selama dia punya modal populer. Syukur-syukur banyak uang sehingga parpol pengusung memenuhi dalih "pencalonan berbiaya rendah".

Banyak di antara kita yang terbelalak karena popularitas Komeng merontokkan nama-nama besar dunia politik di tengah-tengah pemilih di Jawa Barat. Meskipun tidak jor-joran kampanye, Komeng mendulang jutaan suara untuk menjadi senator. Namun, popularitas Marshel tidak sementerang Komeng. Mereka jauh berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun