Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Cawe-Cawe, Negarawan, dan Presiden Pancasilais

1 Juni 2023   15:25 Diperbarui: 2 Juni 2023   15:37 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cawe-cawe kepala negara kepada dua kandidat calon presiden, kendati tidak secara terang-terangan atau blak-blakan, merupakan alamat bahwa kepala negara tengah bersikap tidak adil, tidak netral, dan tidak objektif.

Presiden memiliki dua posisi strategis, yakni kepala negara dan kepala pemerintahan. Begitulah demokrasi di Republik Indonesia. Apabila presiden mendukung calon presiden tertentu, apa pun dalihnya, berarti presiden telah berlaku tidak adil kepada calon presiden lain.

Biar bagaimanapun, Indonesia adalah negara republik. Secara bahasa, republik berasal dari kata res publica. Artinya, urusan publik atau urusan awam. Maknanya, bentuk negara yang mendahulukan kepentingan atau kedaulatan rakyat.

Itu sebabnya di negara republik, presiden bukan jabatan warisan atau dapat diwariskan. Presiden petahana, jika merasa diri sebagai presiden yang Pancasilais, tidak akan merasa berhak mencampuri pemilihan presiden berikutnya.

Apa pula Pancasilais itu? Artinya sederhana, kok, yaitu 'penganut ideologi Pancasila yang baik dan setia'. Apabila presiden petahana setia pada Pancasila, konsekuensinya tidak boleh cawe-cawe atas dalih apa pun. Apalagi, presiden niscaya seorang negarawan. 

Apa hakikat negarawan? Kata negarawan kita pulung dari bahasa Sanskerta, yakni dari kata nagara (kota, negeri) dan vat (kata ganti milik). Artinya, 'orang yang ahli mengelola negara'. Arti lain, 'orang yang mengelola negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan'.

Selaku kepala negara, presiden mesti menjaga marwah dirinya sebagai seorang negarawan. Adapun sikap negarawan yang penting ditonjolkan adalah sikap merangkul semua kalangan dalam segaka kondisi.

Artinya, tidak hanya partai politik pendukung pemerintah yang diajak bergerak, tetapi semua pihak di kancah politik Indonesia. Termasuk, partai politik yang berseberangan sikap alias oposan.

Sahabat yang berbahaya, eits, maksud saya berbahagia, kepala negara punya tanggung jawab etis untuk memimpin di atas semua pihak dan memayungi semua pihak demi membangkitkan semangat persatuan.

Manakala presiden melakukan cawe-cawe, pada saat itu ada indikasi presiden tengah merongrong semangat sila ketiga Pancasila, yakni Persatuan Indonesia. Apa pasal? Lantaran kesatuan dan persatuan bangsa bisa terpecah-pecah.

Presiden merupakan pucuk pimpinan tertinggi yang memiliki kendali terhadap negara. Presiden bisa saja menciptakan ketidakdemokrasian dalam menentukan pemilihan calon pimpinan berikutnya. Itu terang-terangan melanggar silaa keempat Pancasila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun