Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Di Negeri Kleptokrasi, Negara Diperintah oleh Pencuri

13 Mei 2023   10:14 Diperbarui: 13 Mei 2023   10:16 792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa kleptokrat biasanya didefinisikan sebagai penguasa yang tujuan utamanya adalah pengayaan pribadi? Serupa dengan korupsi, seperti pitutur Grossman (1999) dan Rose-Ackerman (1999), kleptokrasi mengacu pada kegiatan yang tengah dilakukan oleh pemerintah. Jika korupsi bisa dilakukan oleh pejabat pemerintah berpangkat rendah atau menengah, pelaku kleptokrasi bermuara pada penguasa yang berdaulat.

Apakah negara bernama Kleptokrasi adalah sebuah negara baru? O, tidak. Kleptokrasi seperti korupsi, sama-sama fenomena sosial, politik, dan ekonomi penting yang telah berlangsung lama. Belakangan, isu tentang kleptokrasi mendapat perhatian di media sosial dan memikat para peneliti dari lintas disiplin ilmu. Mills (1986), Grossman (1999), Rose-Ackerman (1999), serta Bertocchi dan Spagat (2001) memberikan kontribusi penting dalam perkara kleptokrasi.

Apakah di Indonesia Ada Pejabat Kleptokrat

Itu pertanyaan yang mestinya tidak usah dipertanyakan. Saban hari kita dapat melihat tayangan kabar di televisi tentang bupati yang digelandang lembaga antirasuah. Ada pula menteri dari partai pemenang pemilu yang akhirnya nongkrong di bui sebagai koruptor. Itu dari kalangan eksekutif, ya. Bagaimana dengan kaum legislatif dan yudikatif? Sama saja. Sebelas duabelas tigabelas empatbelas. Hakim Agung menerima suap, jaksa menerima uang pelumas, polisi menerima uang pelicin, legislator menerima uang semir.

Hanya saja, kleptokrat di Indonesia bernasib amat beruntung dibanding kleptokrat di luar negeri. Selepas mendekam di bui yang tampilannya bagai griya tawang di apartemen mewah, keluar-keluar malah disambut laksana pahlawan. Seusai meringkuk di penjara dengan label "tikus pengerat uang rakyat", keluar-keluar malah diberi tempat terhormat di partai politik sebagai dewan penasihat. Itu di Indonesia.

Karakter orang Indonesia memang hebat sekali. Orang yang menyakiti hati tanpa sengaja tidak bisa dimaafkan seumur hidup, orang yang merampok hak politiknya sebagai warga negara malah dipilih lagi begitu masa hukuman politik kedaluwarsa. Berapa eks bupati yang korupsi dan dibui, lantas terpilih lagi menjadi wakil rakyat atau apalah. Itulah Indonesia yang kita cintai sepenuh hati.

Patut kita ketahui, literatur tentang korupsi menunjukkan tujuan dan kendala agen antikorupsi sering sekali tidak didefinisikan secara eksplisit. Akibatnya, dengan beberapa pengecualian seperti Besley dan McLaren (1993) atau Flatters dan MacLeod (1995), ukuran pencegahan korupsi diasumsikan bersifat eksogen. Asumsinya bertumpu pada sesuatu yang berasal dari atau yang disebabkan oleh faktor-faktor luar pemerintahan atau tekanan dari luar pemerintahan yang sangat memengaruhi pemerintahan itu.

Dari bukti empiris, Palmier (1983) dan Lindauer et al. (1988) menunjukkan bahwa upah yang tidak memadai sering menjadi penyebab penting korupsi birokrasi. Klitgaard (1987) mencatat bahwa di Tiongkok, dahulu kala, para pejabat diberi tunjangan tambahan yang disebut Yang-Lien yang berarti 'menyuburkan kekotoran'. Rente yang tinggi pun tidak menyurutkan tindak kleptokratik. Sementara itu, Buchanan dan Lee (1982) mencatat tentang proses pengambilan keputusan politik yang koruptif.

Di Negeri Kleptokrasi, kebiasaan menyunat uang rakyat mengakibatkan konslik di dalam kelas penguasa. Raja, misalnya, berkonflik dengan pejabatnya yang menggelapkan pajak. Dalam studi klasik tersebar luas korupsi di India pada abad keempat SM, Kangle (1972) mencatat bahwa korupsi pemerintah pejabat mengurangi pendapatan Raja. Di sebuah negara bernama Indonesia, petugas pajak malah main kemplang pajak rakyat dan petantang-petenteng sebagai orang kaya. Bahkan, anaknya pun menjadi orang yang "merasa berkuasa" sehingga main pukul seenak bogemnya sendiri.

Belajar Menjauhi Negeri Kleptokrasi

Thomas Hobbes dalam karya klasiknya, Leviathan (1651), menggambarkan negara sebagai manusia artifisial (artificial man) yang bisa mengalami kematian akibat berbagai penyakit yang dideritanya. Menurut Hobbes, negara (ia sebut sebagai commonwealth), dapat bubar di tengah jalan akibat perang atau lantari digerogoti berbagai "penyakit dari dalam" (internal diseases). Salah satu penyakit dari dalam itu adalah "pejabat yang kleptokrat".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun