Mula-mula naik banding. Jika ditolak, masih ada kasasi. Ditolak lagi, masih ada jalan "peninjauan kembali". Masih ditolak juga, kuasa hukum akan berusaha memohon grasi kepada presiden.
Selagi masih ada napas, sungguhpun grasi misalnya kelak ditolak, tim penasihat hukum dan Sambo masih bisa berharap. Mana tahu nanti KUHP Baru mendadak berlaku surut. Nah, alamat "kado ultah berupa vonis mati" itu makin susut.
Omong-Omong Soal Hukuman Mati
UPS, HARAP jangan mangkel. Tentu asing dan janggal rasanya manakala seseorang seperti saya yang bukan praktisi hukum, bukan pengamat hukum, bukan pula pakar hukum, tiba-tiba berbicara tentang hukuman mati.
Kalau yang ngomong itu Mahfud MD, bolehlah. Hotman Paris, bolehlah. Ini Khrisna Pabichara, remah rengginang yang tercecer di lantai, mendadak sok pintar mengulas hukuman mati. Maka, maafkanlah.
Namun, jemari saya sekonyong-konyong gatal tidak keruan. Ingin rasanya turut bersuara. Daripada saya pendam sesak pikir di kepala, mendingan saya tumpahkan ke dalam tulisan. Sekali lagi, maafkan.
Sejatinya, hukuman mati hingga kini masih menjadi pangkal perdebatan. Malahan, terus dipertanyakan. Titik tumpunya, hukum kodrati. Hak hidup melekat pada tiap individu. Entah orang jahat entah orang baik, sama-sama berhak hidup.
Dalam hukum kodrati, hak hidup itu tidak bisa dirampas begitu saja. Tidak boleh pula dikurang-kurangi oleh siapa saja. Termasuk, tidak boleh dirampas atau dikurang-kurangi oleh negara. Kendatipun atas nama hukum atau, bahkan, atas nama Tuhan.
Amandemen kedua Undang-Undang Dasar 1945 menjamin pula perkara hak hidup itu. Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Sungguh, hukuman mati di Nusantara bukanlah perkara baru. Pada 1808, pidana pokok itu sudah diterapkan oleh Henry Willem Daendels. Gubernur Jenderal Hindia Belanda itu menghukum mati warga pribumi apabila membangkang atau menolak perintah Daendels.
Pidana mati di Indonesia diterapkan untuk menghindari tuntutan atau reaksi masyarakat yang bersifat balas dendam (extra-legal execution). Maka, disediakanlah pidana mati guna menghindari ledakan emosi masyarakat.