"Aku selalu dibilang bau kencur."
Lewa tertawa. "Tidak perlu marah. Karyawan lama memang selalu melihat anak baru sebagai anak bawang. Mental inlander. Tabiat takut disaingi. Apalagi kalau kamu punya keahlian khusus yang tidak dimiliki oleh seniormu."
"Itulah, Mbak Lema," ucap lelaki berambut keriting itu, "aku bisa bikin infografis, menganalisis dan mengolah data, lalu menuliskannya dengan renyah."
"Seniormu?"
Lelaki itu terbahak-bahak. "Biasa. Konvensional. Bahasa mereka kaku, seperti robot yang setahun tidak ganti oli!"
"Tidak lezat dibaca, dong."
"Tetap lezat," kata si lelaki dengan muka berseri-seri, "tetapi untuk usia lima puluh tahun ke atas. Pantas hasil riset jarang dibaca oleh anak muda. Mestinya tulisan hasil penelitian dibaca banyak orang, ini hanya dinikmati oleh segelintir orang. Itu-itu melulu pulak!"
"Proteslah!"
Lelaki itu mendesah. "Percuma, Lema. Mana pernah pendapat anak bawang ditanggapi. Sekarang didengar, besok diabaikan. Semacam menyenangkan hati saja." Ia tepekur. Memainkan jemari. Lalu mendongak dan bertanya. "Kamu tahu, Lema?"
Lema menganga beberapa jenak. "Bagaimana aku bisa tahu kalau kau belum cerita?"
"Ini satu contoh saja," ucap lelaki pemelihara kutu di rambut keritingnya, "kemarin bosku senewen gara-gara ada periset yang bilang menulis adalah pekerjaan sampingan bagi peneliti. Terang aku bantah habis-habisan."