Jumat, 2 April 2021. Dini hari. Pukul dua. Duren Sawit geger. Seorang pengendara mobil terlibat tabrakan dengan pengendara sepeda motor. Dengan lagak tengil laksana koboi kesubuhan, ia keluarkan senjata api. Pistol di tangan ia todongkan kepada warga dan pengguna jalan.
Penodongan pistol itu direkam warga, lalu disebar di media sosial. Dalam sekejap, video berdurasi semenit itu sudah dilahap warganet. Viral.
Aksi koboi itu bermula dari kecelakaan lalu lintas. Mobil sang koboi bertabrakan dengan sebuah sepeda motor. Perempatan Jalan Baladewa sontak riuh. Orang-orang berusaha menolong dua perempuan pengendara sepeda motor.
Pengemudi mobil Toyota Fortuner berkaus dan berkacamata hitam itu kontan ditahan oleh pengguna jalan. Alih-alih bertanggung jawab, ia mengeluarkan senjata api berjenis pistol. Bukan hanya itu. Ia berkata dengan suara bernada tinggi.
"Gua jalan, ya, bukan salah gua," kata sang pengendara mobil dengan pistol teracung.
Warga dan pengguna jalan tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka terpaksa membiarkan pengemudi mobil itu berlalu. Bagaimanapun, pelor dalam pistol dapat menyebabkan kematian. Sang koboi berlalu seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Polisi gercep. Tidak butuh waktu lama, koboi jalanan terciduk. Pelaku penodongan ditangkap oleh polisi di sebuah mal di bilangan Jakarta Selatan. Aksi teror berupa pengacungan pistol kepada warga tentu bukan sesuatu yang bisa dibiarkan begitu saja. Pembiaran dapat memantik tuman.
"Pelaku masih kami periksa. Kami berharap, (kejadian seperti) ini tidak patut ditiru," ujar Yusri, Kabid Humas Polda Metro Jawa, dalam tayangan langsung di akun Istagram @humaspmj.
Permitaan Kabid Humas Polda Metro Jaya jelas bisa dimengerti. Kepemilikan senjata api bukan sesuatu yang mudah. Prosesnya berliku, persyaratannya berat, dan penggunaannya bersyarat. Jadi, tidak sembarang orang bisa memiliki senjata api.
Lagi pula, harganya mahal. Hanya orang-orang bercuan yang bisa membelinya. Bagi orang yang dapurnya masih sering "kempang kempis", senjata api bukan kebutuhan. Apalagi kalau hanya dipakai buat gagah-gagahan seperti koboi di Jalan Baladewa.
Sekali lagi, senjata api bukan barang murah. Peraturan Kapolri Nomor 18 Tahun 2015 tentang Perizinan, Pengawasan, dan Pengendalian Senjata Api Nonorganik Polri-TNIÂ mengatur secara ketat seluk-beluk kepemilikan senjata api.
Selain tanda pengenal kependudukan, seseorang yang ingin memiliki senjata api mesti berusia paling rendah 24 tahun, sehat jasmani dan rohani, memenuhi persyaratan psikologis, berkelakuan baik, memahami ketentuan penggunaan senjata api, dan terampil menggunakan senjata api.
Jika merujuk pada aksi koboi pengemudi mobil di Jalan Baladewa, beberapa syarat kepemilikan sudah ia langgar. Pertama, tidak berkelakuan baik. Ketika terjadi kecelakaan lalu lintas mestinya menunjukkan sikap bertanggung jawab. Warga tentu saja bisa menahan amarah jikalau pelaku memperlihatkan itikad baik.
Kedua, tidak sehat jasmani dan rohani. Pamer senjata api membuktikan bahwa pelaku tidaklah dalam kondisi sehat rohani. Jiwanya sakit. Ia memperlakukan senjata api bagaikan mainan yang bisa dipamer sesuka hati. Ia lupa bahwa senjata api dapat memicu ketakutan. Itu teror.
Ketiga, cacat psikologis. Pemilik senjata api tidak boleh sesuka hati mengeluarkan pistol. Tujuan membela diri berbeda dengan "lari dari kenyataan" setelah berlindung di balik kuasa pistol. Bisa dibayangkan dampaknya jika pemilik senpi memperlakukan pistol seperti mengedipkan mata.
Polisi harus bertindak tegas. Teror koboi tidak bisa dibiarkan. Jangan sampai pula kasus selesai dengan permintaan maaf di atas sehelai kertas bermeterai ceban. Orang bersenjata api dan orang bersenjata hati sama kedudukannya di mata hukum. [kp]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H