Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sebuah Seni Berpikir Negatif

29 Maret 2021   09:14 Diperbarui: 29 Maret 2021   09:49 755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ndilalah, Diari, masuk karantina. Lucunya, artikel itu muncul tanpa pemberitahuan. Janji pengelola tidak terpenuhi. Artikel nongol di Pulau Entah-berentah. Tidak ada waktu tayang. Tidak ada di rubrik Terbaru, Pilihan Editor, atau Politik. Bahkan, tidak ada di profil akunku.

Aku tahu artikel itu tayang karena aku membaca cuitan Admin Twitter Kompasiana. Artikel itu kontan saya hapus. Tidak jelas.

Gambar: Dokpri
Gambar: Dokpri
Dua hari lalu, Diari, aku ingin menulis tentang perseteruan Partai Demokrat. Konferensi pers yang digelar kubu Moeldoko di Hambalang. Itu tema yang kutilik. Lagi-lagi masuk karantina. Hanya saja, alasannya sudah berbeda.

Jika dulu menggunakan alasan "mengandung kata atau kalimat yang dilarang di Kompasiana", kini tidak lagi. Alasannya diganti dengan "sekadar untuk memastikan tidak menimbulkan dampak yang kurang baik bagi interaksi di Kompasiana".

Gambar: Dokpri
Gambar: Dokpri

Kalau dulu tidak jelas kriteria kata atau kalimat yang dilarang, sekarang tidak terang apa yang tergolong dampak kurang baik bagi interaksi di Kompasiana. Berbeda, Diari, tetapi mirip. Apa kemiripannya?

Pertama, sama-sama tidak jelas. Pendek kata, hanya pengelola Kompasiana dan Tuhan yang tahu alasannya. Kompasianer manut saja. Anak kos-kosan memang mesti menurut. Kalau tidak, tanggung sendiri akibatnya.

Kedua, sama-sama tidak jelas. Pendek kata, hanya pengelola Kompasiana dan Tuhan yang tahu alasannya. Kompasianer manut saja. Anak kos-kosan memang mesti menurut. Kalau tidak, tanggung sendiri akibatnya.

Ketiga, sama-sama tidak jelas. Pendek kata, hanya pengelola Kompasiana dan Tuhan yang tahu alasannya. Kompasianer manut saja. Anak kos-kosan memang mesti menurut. Kalau tidak, tanggung sendiri akibatnya.

Itulah tiga persamaan dari dua alasan pengelola Kompasiana.

Plis, Diari. Tolong berhenti meminta agar aku berpikir positif. Otakku juga berhak berpikir negatif. Kamu kira pengacara dan jaksa berdiri di pengadilan atas dasar berpikir positif saja?

Satu-satunya hal positif yang kupikirkan sekarang adalah masih banyak Kompasianer yang suka berinteraksi denganku. Itu alasan kuat bagiku untuk bertahan menulis di Kompasiana. 

Jadi, Diari, biarkan aku berpikiran kotor. Eh, berpikiran negatif! [kp]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun