Pak Eddy tidak berkomentar apa-apa. Ia hanya sibuk menatap papan catur.
Saya kembali mengoceh. "Catur dapat menghindarkan orang dari demensia. Sering berpikir kritis, kecerdasan merancang strategi hingga tiga langkah mendatang, akumulasi mental saat bermain, sangat berguna untuk menjaga kesehatan otak."
Pak Eddy masih cuek bebek.
"Catur dapat meningkatkan kualitas daya ingat," ujar saya seraya mencoba menguasai lapangan tengah. "Pecatur andal kadang memiliki ingatan fotografis. Gambaran langkah yang memantik kesalahan fatal biasanya lekat dalam ingatan."
"Mau main atau ngoceh?" Pak Eddy mendongak. "Jangan merusak konsen aku, dong!"
Saya tersenyum. "Manfaat ketiga, mendongkrak kreativitas. Pemain catur piawai meracik taktik." Saya berhenti sejenak lantaran menteri saya terancam. Setelah menyembunyikan menteri di belakang pion, saya kembali mangap.
Kang Mamat keburu menyela. "Manfaat keempat, Daeng?"
"Banyak mulut kau, Daeng," ujar Pak Eddy sambil berdiri. Ia mencomot sepotong bakwan.
"Menahan diri alias belajar sabar," kata saya sambil tertawa. Telunjuk saya menunjuk muka Pak Eddy yang mulai merah padam.
Kang Mamat tertawa. "Betul juga. Sepakat, Daeng!"
"Ayo lanjut, Pak Eddy," kata saya dengan mimik tanpa rasa bersalah.
"Bacot doang!" Eddy melengos. "Mirip Dewa Kipas!"