Blasfemi juga dihapus di Islandia karena dianggap melanggar kebebasan berekspresi (freedom of expression), sedangkan argumen melanggar kebebasan berpendapat (freedom of speech) menjadi dasar penghapusan defamasi agama di Denmark.
Defamasi agama di Indonesia
DI KANADA, seseorang tidak dapat dapat dipidana melakukan defamasi agama jika disampaikan dengan iktikad baik (good faith) dan diuraikan dengan memakai bahasa yang layak (decent language).
Sementara itu, Yunani dan Swiss memberlakukan hukum blasfemi atas dasar niat jahat yang membahayakan (maliciously). Berbeda dengan delik defamasi agama di Finlandia, Rusia, dan Spanyol yang berlandaskan pada tujuan untuk menyinggung (purpose of oeffending).
Bagaimana dengan delik defamasi agama di Indonesia?
Istilah penodaan agama muncul pada Pasal 156 huruf (a) KUHP dan Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Pasal 1 UU Nomor 1 PNPS Tahun 1965 berbunyi: [6]
Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan, atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.
Kala itu Indonesia marak dengan kasus penodaan agama, seperti Quran disobek-sobek dan dinjak-injak, Nabi Muhammad disebut "nabi bohong", pastor dihina karena tidak kawin, ketoprak berjudul "Paus Gandrung". [7]
Pasal 4 UU Nomor 1 PNPS Tahun 1965 mengamanatkan peneraan pidana penodaan agama dalam Pasal 156a KUHP:
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: [a] yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; dan [b] dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam perkembangannya, pengaturan tentang penodaan agama tertera dalam Pasal 28 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal tersebut mengatur tentang penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). [8]
Sayangnya, aturan itu tidak memuat dengan jelas kriteria penodaan agama sehingga kerap ditafsirkan dan disalahgunakan. Itu sebabnya RUU KUHP perlu dilengkapi dengan kriteria yang jelas soal penodaan agama, termasuk jenis pidananya.
Pidana atas delik defamasi agama
PIDANA MATI atas delik defamasi agama yang berhubungan dengan menghina nabi berlaku di Iran dan Pakistan, sedangkan pidana mati karena murtad berlaku di Afganistan, Arab Saudi, Brunei Darussalam, Iran, Malaysia, Qatar, Sudan, Uni Emirat Arab, dan Yaman.
Adapun pidana penjara untuk delik blasfemi berlaku di Bangladesh, El Savador, Indonesia, Israel, Jerman, Kanada, Kazakhstan, Montenegro, Nigeria, Siprus, Tanzania, Turki, Vanuatu, dan Yordania. Sementara itu, pidana denda berlaku di Austria, Irlandia, dan Rwanda.