Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenal dan Menangkal Rasialisme

10 Februari 2021   05:15 Diperbarui: 10 Februari 2021   09:22 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berpadu meski berasal dari beragam suku (Foto: Istockphoto via Tirto.id)

APAKAH rasialisme tidak bisa dihentikan? Sebenarnya bisa. Caranya juga sederhana. Tentu saja harus dimulai dari diri kita masing-masing. Tiap orang harus mengembalikan harkat dirinya sebagai manusia dan memastikan bahwa orang lain juga manusia--sama seperti dirinya.

Jikalau tiap individu sudah meyakini bahwa semua manusia sama, setara, dan sederajat, laku rasial tidak akan terjadi, baik dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Tidak ada yang menyebut orang lain mirip binatang, tidak ada yang mengejek orang lain karena ciri fisik, tidak ada yang mengucilkan orang lain karena ras yang berbeda.

Pada hakikatnya tiap suku di Indonesia memiliki kearifan lokal terkait cara memanusiakan manusia. Rata-rata adat istiadat suku di Nusantara menganjurkan kesetaraan dalam perilaku sehari-hari, seperti memuliakan tamu tanpa memandang berasal dari mana dan berciri fisik seperti apa.

Namun, kearifan lokal itu lambat laun terkikis oleh arogansi identitas. Rupa-rupa pula musabab arogansi identitas itu. Bisa karena agama, bisa karena suku. Paling sering, karena ras. Tatkala bersua dengan orang lain yang memiliki identitas ras berbeda, prasangka negatif bermunculan.

Apakah rasialisme bisa ditangkal? Sangat bisa, tetapi semua berpulang pada diri masing-masing. Meski begitu, kita bisa mengupayakannya. Setidaknya ada tiga hal yang bisa kita lakukan.

Pertama, buka wawasan. Dalam menjalin relasi, lupakan dari mana asal kolega Anda. Mau Arab mau Cina, sama saja. Mau Melayu Tua mau Melanesia tidak ada bedanya. Semuanya manusia, sama seperti Anda.

Kedua, luaskan pergaulan. Biasakan memperluas jaringan gaul. Jangan menjadi katak di bawah baskom. Keluarlah, jangan berkutat dengan teman seras atau itu-itu saja. Kalau perlu, pelajari tradisi, kebiasaan, atau norma hidup ras yang berbeda dengan Anda.

Ketiga, jauhi makian. Sejengkel apa pun, sekesal apa pun, semarah apa pun, jangan biarkan lidah atau jari Anda mengumbar umpatan. Perang terbesar bukanlah dengan menghancurkan musuh yang sangat kuat, melainkan mengalahkan hawa nafsu sendiri.

Wasana Kata

TIDAK ADA yang sulit jikalau kita mau. Cukup dengan tiga langkah praktis di atas, laku rasialisme dapat kita hentikan. Dengan begitu, mimpi Gie dapat kita wujudkan. Lagi pula, mimpi Gie adalah mimpi kita bersama.

Bagaimana jika orang lain yang melakukannya? Tegur! Jangan diamkan. Ya, kalau didiamkan mungkin akan menjadi-jadi. Menegur teman yang rasialis bukanlah perilaku yang buruk. Membuat kerabat terhindar dari rasialisme justru tindakan yang luhur dan mulia.

Bagaimana kalau kita tidak sanggup menegur? Tinggalkan. Tiada guna berteman dengan orang yang tidak mau dan tidak mampu memanusiakan manusia. Hari ini orang lain yang ia hina dan injak-injak, besok-besok mungkin kitalah korbannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun