O, tidak begitu. Kita semua tahu, tidak sedikit orang menganggap kolong jembatan sebagai tempat yang kumuh. Anies menunjukkan bahwa Jakarta memang berbeda. Kini kolong jembatan sudah indah bagai taman penuh bunga berwarna-warni.
Dengan begitu, beliau sedang menampilkan citra indah kawasan kumuh di Jakarta. Itu juga upaya keras untuk menangkal gebrakan Risma yang menemukan gepeng di jantung Jakarta. Seolah-olah Anies berkata kepada para penyinyirnya, “Foto bareng, yuk?!”
Apakah proyek pewarnaan atap dan kolong jembatan layang berakhir indah bagi Anies? Rasa-rasanya tidak. Bukan tidak, melainkan belum. Pendukung Anies tampak kurang bergairah, sementara penentangnya malah ekspresif. Beberapa “pejuang caper” di media sosial bersukacita menyambut tongkrongan Anies di dalam foto.
Ada netizen yang membandingkan Anies dengan Rano Karno, mantan Gubernur Banten, yang tidak sekenes itu saat difoto. Ada juga pengheboh medsos yang memilih sosok pahlawan jago terbang untuk melihat keindahan atap rumah di Lenteng Agung. Bukan cuma itu. Ada juga warganet yang membandingkan beliau dengan barisan balita yang memenangi lomba mewarnai gambar.
Tiga tanggapan receh itu seyogianya tidak diremehkan oleh Anies. Panu bermula dari bercak setitik, lama-lama melebar, akhirnya tangan gatal jika tidak main garuk. Pengalaman instalasi Bambu Getah-getih dan Instalasi Galon mesti dijadikan cermin refleksi. Anggaran ratusan juta, dalam beberapa saat sudah kehilangan nyawa.
Tentu saja Anies tidak perlu meladeni komentar miring warganet. Biarkan tim sorak yang mencatat, menilai, dan menganalisis simpati dan antipati warga. Biarkan Anies terus bekerja. Jika Risma benar-benar disorong oleh PDI Perjuangan ke gelanggang tarung, ia bakal punya lawan yang setanding dan sebanding.
Suka tidak suka, Anies dan tim soraknya mesti memeras otak untuk terus mengatrol atau mendongkrak elektabilitas.
***
BAKAL rival Anies pasti banyak. DKI Jakarta masih “gula” bagi “semut”. DKI Jakarta masih pusat semua publikasi. Banyak sosok muda dari daerah yang mungkin merantau ke Jakarta, mengadu nasib sebagai calon gubernur, dan bisa saja sewaktu-waktu menyingkirkan Anies dari kontestasi.
Risma hanya salah satu dari perantau itu. Itu saja sudah merepotkan Anies. Dengan tabiat yang tidak betah berlama-lama di sofa empuk, Risma berpotensi bikin Anies keteteran. Salah-salah kelimpungan karena kedodoran.
Anies mesti lebih sering turun ke jalan. Tidak perlu ke tengah jalan, nanti ditabrak mobil. Cukup di sisi jalan dan menyapa warga. Sesekali bertanya, “Apakah fotoku di kolong jembatan sudah keren?”