Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Magadir Kristen Gray, Kilah LGBT, dan Ketakjelian Pihak Imigrasi

20 Januari 2021   05:00 Diperbarui: 21 Januari 2021   10:44 2666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jelas bahwa pihak imigrasi tidak punya wewenang untuk mengungkit-ungkit soal pajak, tetapi meletakkan pernyataan tentang Bali yang ramah LGBT pada butir pertama tiada berbeda dengan memberikan senjata bagi lawan. Konyol (untung saya tidak salah tekan huruf, karena huruf y dan t bertetangga di papan tik)!

Memang jelas bahwa poin itu merujuk pada cuitan Gray, tetapi harus diwaspadai lantaran ia pintar memanfaatkan situasi. Jangankan situasi, siniasi saja dapat ia olah. Akibatnya fatal. Gray pun enggan melirik sanksi atas pelanggaran Pasal 122 huruf (a) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Pada akhirnya, si magadir petantang-petenteng lagi. Pada mulanya menuding warga Indonesia rasis, sekarang menuduh dirinya dideportasi gara-gara pernyataannya tentang LGBT. Memang bukan salah Gray sepenuhnya, sebab pihak imigrasi juga agak keliru. Sedikit, sih, tetapi fatal.

Sungguh, saya kesal. Saya terangsang untuk misuh-misuh lagi, padahal saya capek. Letih hati saya melihat negara kita jadi bahan bualan turis; peraturan kita jadi bulan-bulanan wisatawan; dan Undang-Undang yang disusun setengah mampus dan dibiayai dari anggaran negara yang tidak sedikit jadi bahan olok-olokan Magadir Gray. Huh!

Mau tidak mau, saya terpaksa mengambil kuda-kuda ala bocah warnet.

Duhai Surabi Tutung, baca juga poin kedua. Jangan comot poin pertama saja. Anda itu masuk ke negeri kami, bikin niaga virtual di sini, jual bukel di sini, ogah bayar pajak, menghasut WNA lain untuk menyerbu Bali, kasih rekomendasi agen, biaya konsultasi mahal, lalu mendadak LGBT dikau jadikan alasan. Itu klise, Tahu Bulat Digoreng Dadakan!

Tamu memang raja, Kerak Telor, tetapi bukan tamu seperti Anda. Saya kasih satu pepatah, ya. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Catat ini: langit dijunjung. Bukan, ludah dilepeh!

Salam takzim, Khrisna Pabichara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun