Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Melawan Rasa Cemas Akibat Terus di Rumah

26 September 2020   13:27 Diperbarui: 28 September 2020   18:01 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ya. Saya konsultan recehan. Motivator gretongan yang amat fasih menasihati orang lain, tetapi kerap gagal menyemangati diri sendiri. Saya nikmati betul pemandangan di depan saya. Semua berhenti mengeluh. Semua menghadapi kertas. Semua menumpahkan perasaan.

Tahukah Anda apa hasil riset koplak yang tadi pagi saya lakukan? 

Gila. Satu kata itu yang saya pikir mewakili isi hati 10 karyawan di depan saya. Hampir semuanya terserang cemas. Mereka dihantui ketakutan yang tak kasatmata.

Dokumen Olah Pribadi
Dokumen Olah Pribadi
Lebih dari setengah (65%) orang-orang di depan saya ini merasa kelelahan. Mengubah kebiasaan rutin memang butuh waktu. Mereka lelah bukan karena menghabiskan waktu di jalanan, melainkan lantaran direcoki anak yang minta ditemani belajar. Mereka lelah lantaran remeh-temeh urusan rumah tangga. Mereka tidak pernah mengalami hal serupa jika bekerja di kantor.

Akibat kelelahan dan kecemasan, rata-rata mereka terserang insomnia pada malam hari. Istri minta dipeluk dari belakang, mata sudah lama terpejam, tetapi pikiran masih mengawang-awang. Ada-ada saja yang memberati kepala. Bonus melayang. Tunjangan perjalanan dinas menghilang. Tip pelanggan menguap. Mengantuk iya, tidur susah.

Kelelahan, kecemasan, dan kesulitan tidur membuat mereka mudah marah. Anak kolokan, marah. Istri mengeluh, marah. Token listrik sekarat, marah. Susah berkonsentrasi, marah. Laporan tertunda, marah. Pendek kata, ditowel sedikit saja marah. Muncullah kekerasan yang terjadi tanpa disadari. Mula-mula memelotot, lama-lama menghardik. Awalnya membentak, lama-lama mencubit.

Laporan WHO tentang potensi munculnya kekerasan dalam rumah tangga benarlah adanya. Bukan hanya laki-laki, perempuan juga berpotensi melakukan kekerasan. Bisa verbal bisa fisik. Kekerasan terhadap anak paling dominan, disusul kekerasan pada perempuan, dan sedikit kekerasan pada pria.

Mereka tercengang mendengarkan hasil kajian ngacapruk yang saya lakukan. Saya sebut ngacapruk sebab kajian tidak dilakukan berdasarkan standar penelitian ilmiah. Asal-asalan saja. Sekadar memantik rasa ingin tahu dan mengobati gangguan kesehatan mental yang membayang di belakang mereka.

Saya bentangkan hasil kajian Dominik Andreas Moser dan kolega di hadapan mereka. Riswan terperanjat. Eddy terjelengar. Tarkim tersentak. Begini petuah Dominik. Jika mereka tidak pintar-pintar menata dan mengelola emosi, mereka bisa kerkena "susut tahun hidup" atau years of life lost.

Dalam kajian itu, Domonik dan kolega menyatakan bahwa potensi susut umur gara-gara pembatasan sosial mencapai rata-rata 0,2 tahun. Ia juga melaporkan bahwa banyak orang yang mengalami masalah psikologis berat. Depresi. Insomnia. Keterasingan. Kebingungan. Kekerasan. Kecanduan alkohol. Bahkan, bunuh diri.

Warkop Kang Mamat kehilangan gelak tawa. Suara-suara yang terdengar hanyalah dengus napas dan deru kendaraan yang sesekali melintas. Riswan dan kawan-kawan menunduk, lalu mendongak. Sudah itu menunduk lagi, lalu mencongak.

Dokumen Olah Pribadi
Dokumen Olah Pribadi
Rasa cemas harus dilawan, Kawan. Jiwa motivator saya sontak meledak. Terlupakan sudah periuk yang sudah beberapa hari tidak mengepul. Terlupakan sudah gentong beras yang sudah seminggu kehilangan isi. Saatnya menjadi manusia paling sok tahu dan sok tangguh di dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun