Ya. Saya konsultan recehan. Motivator gretongan yang amat fasih menasihati orang lain, tetapi kerap gagal menyemangati diri sendiri. Saya nikmati betul pemandangan di depan saya. Semua berhenti mengeluh. Semua menghadapi kertas. Semua menumpahkan perasaan.
Tahukah Anda apa hasil riset koplak yang tadi pagi saya lakukan?Â
Gila. Satu kata itu yang saya pikir mewakili isi hati 10 karyawan di depan saya. Hampir semuanya terserang cemas. Mereka dihantui ketakutan yang tak kasatmata.
Akibat kelelahan dan kecemasan, rata-rata mereka terserang insomnia pada malam hari. Istri minta dipeluk dari belakang, mata sudah lama terpejam, tetapi pikiran masih mengawang-awang. Ada-ada saja yang memberati kepala. Bonus melayang. Tunjangan perjalanan dinas menghilang. Tip pelanggan menguap. Mengantuk iya, tidur susah.
Kelelahan, kecemasan, dan kesulitan tidur membuat mereka mudah marah. Anak kolokan, marah. Istri mengeluh, marah. Token listrik sekarat, marah. Susah berkonsentrasi, marah. Laporan tertunda, marah. Pendek kata, ditowel sedikit saja marah. Muncullah kekerasan yang terjadi tanpa disadari. Mula-mula memelotot, lama-lama menghardik. Awalnya membentak, lama-lama mencubit.
Laporan WHOÂ tentang potensi munculnya kekerasan dalam rumah tangga benarlah adanya. Bukan hanya laki-laki, perempuan juga berpotensi melakukan kekerasan. Bisa verbal bisa fisik. Kekerasan terhadap anak paling dominan, disusul kekerasan pada perempuan, dan sedikit kekerasan pada pria.
Mereka tercengang mendengarkan hasil kajian ngacapruk yang saya lakukan. Saya sebut ngacapruk sebab kajian tidak dilakukan berdasarkan standar penelitian ilmiah. Asal-asalan saja. Sekadar memantik rasa ingin tahu dan mengobati gangguan kesehatan mental yang membayang di belakang mereka.
Saya bentangkan hasil kajian Dominik Andreas Moser dan kolega di hadapan mereka. Riswan terperanjat. Eddy terjelengar. Tarkim tersentak. Begini petuah Dominik. Jika mereka tidak pintar-pintar menata dan mengelola emosi, mereka bisa kerkena "susut tahun hidup" atau years of life lost.
Dalam kajian itu, Domonik dan kolega menyatakan bahwa potensi susut umur gara-gara pembatasan sosial mencapai rata-rata 0,2 tahun. Ia juga melaporkan bahwa banyak orang yang mengalami masalah psikologis berat. Depresi. Insomnia. Keterasingan. Kebingungan. Kekerasan. Kecanduan alkohol. Bahkan, bunuh diri.
Warkop Kang Mamat kehilangan gelak tawa. Suara-suara yang terdengar hanyalah dengus napas dan deru kendaraan yang sesekali melintas. Riswan dan kawan-kawan menunduk, lalu mendongak. Sudah itu menunduk lagi, lalu mencongak.