Tenang, Kawan. Ini bukan soal pilih-memilih dalam Pemilukada Serentak 2020. Bukan juga Pilkada "Serem, Pak" (baca tanpa tanda koma). Ini sekadar memilih satu di antara dua kata. Apakah Anda memilih tepercaya atau terpercaya?
Anda ragu? Baiklah. Tidak usah rongseng. Santai saja. Kita bertemu lagi dalam obrolan ringan tentang bahasa Indonesia. Tanpa Lema, sebab ia masih berkutat dengan rasa lapar dan sakit perut yang tidak tepermanai.
Dua kata di atas disodorkan kepada saya oleh Romo Bobby. O ya, akun beliau di Kompasiana adalah Ruang Berbagi. Sebenarnya pertanyaan beliau seperti ini. Mengapa penulisan terpercaya menjadi tepercaya? Ya. Saya kerap menerima pertanyaan seperti itu, jadi sekalian saja saya udar. Biar kita bisa belajar bareng-bareng.
Kira-kira kita akan mulai dari mana? Ah, beginilah kalau Lema absen. Otak saya somplak semenjak Lema terus-terusan tirah baring alias bedrest. Dulu ia terkena tengkes. Anda tahu tengkes? Anak-anak Jaksel dan orang-orang kesehatan biasa menyebutnya stunting.
Waw! Akhirnya saya temukan pintu masuk ulasan. Langsung saja, ya. Biar terkesan cerdas, Sobat, saya akan membawa-bawa morfologi. Itu, lo, ilmu linguistik yang mempelajari pembentukan kata atau morfem dalam bahasa tertentu.
Baca juga : Kata Asing yang Diserap ke Dalam Bahasa Indonesia
Apabila morfologi diibaratkan sebatang pohon, ia punya cabang bernama morfofonemik. Nah, cabang morfofonemik melahirkan pelesapan fonem. Apa hubungannya dengan tepercaya atau terpercaya? Jelas ada. Malah berkaitan erat. Tidak percaya? Mari kita oprek.
Hal serupa terjadi ketika kita melakukan afiksasi /ber-/ ke dalam kata dasar yang suku kata pertamanya mengandung bunyi/-er/, suka tidak suka kita harus melesapkan huruf /r/ pada /ber-/. Ingat kuncinya: kata dasar, suku pertama mengandung /-er/, bertemu imbuhan /ber-/, konsonan /r/ lesap.
Ayo, kita bermain-main dengan kata. Ambil contoh kata dasar pergok. Suku katanya ialah per-gok. Lihat, ada bunyi /-er/ pada per. Bedakan dengan perabot karena perincian suku katanya adalah pe-ra-bot. Lihat, bunyi /r/ terletak pada suku kata kedua. Sudah jelas? Asyik. Begitu, dong.
Selanjutnya, kita bubuhkan awalan /ter-/ maka kita dapatkan ter-per-gok. Berdasarkan kaidah pelesapan fonem maka /r/ pada /ter/ harus kita lesapkan. Hasilnya menjadi: te-per-gok. Apa arti dari tepergok? Ini: 'tanpa sengaja kedapatan, kelihatan, atau ketahuan oleh orang lain saat melakukan sesuatu'. Kata itu kerap disalahkaprahkan menjadi "kepergok".
Kita kembali pada kaidah pelesapan. Sekarang tukar kata pergok dengan percaya. Setelah mengoprek suku kata maka tersua per-ca-ya. Ada bunyi /r/ pada akhir suku kata pertama. Bubuhkan awalan /ter-/. Lihat hasilnya: ter-per-ca-ya. Sekarang lesapkan /r/ pada awalan /ter-/. Hasilnya: tepercaya.
Jawabannya sudah terjumpa, kan? Ya, sudah. Kelar bahasan kita.
Selanjutnya, bubuhkan awalan /ber-/. Jadilah ber-ter-nak. Oleh karena hukum pelesapan meminta kita untuk melesapkan fonem /r/ pada awalan /ber-/, hasilnya akan menjadi be-ter-nak. Begitulah rahasia besar di balik hilangnya huruf /r/ pada kata beternak.
Apakah pelesapan fonem /r/ berlaku pada awalan /ber-/ dan /ter-/ saja?Â
Tidak, Teman. Perlakuan serupa berlaku pada konfiks (gabungan awalan dan imbuhan) /ber-an/ dan /ter-kan/. Mari kita oprek: (1) ber-ter-bang-an menjadi be-ter-bang-an; (2) ter-cer-na-kan menjadi te-cer-na-kan.
Mudah, kan? Mudahlah. Semua pasti mudah kalau kita tahu rahasianya.
Baca juga : Penambahan Kosakata Bahasa Indonesia
Sekarang saya mau mengajak Anda untuk bertamasya ke taman kata bernama Bahasa Indonesia. Uh, taman indah itu penuh bunga-bunga kata yang kemungkinan jarang kalian hidu wanginya. Tidak percaya? Silakan pelototi tabel di bawah ini.
Mari menyelam agak dalam. Pernahkan Anda menggunakan kata teperling dalam tulisan Anda? Bisa ya, bisa tidak. Kemungkinan besar, tidak. Lihat arti terperling, yakni 'mata yang berkilat-kilat'. Paling-paling Anda akrab dengan kata 'berbinar-binar'. Sudahlah, mengaku saja.
Lihat juga kata teperlus dan teserling. Bayangkan Anda menaja kalimat seperti ini: Aku tidak ingin teperlus dua kali ke dalam lubang lara yang sama. Bisa juga: Engkau akan teserling ke dalam lubang rindu yang sangat dalam. Asyik, kan? Jangan pakai terperosok atau terjatuh melulu. Bahasa Indonesia itu kaya, Sobat.
Ayo, simak juga tabel berikut.
Baca juga : Penggunaan Imbuhan Kata yang Sampai Saat ini Salah Kaprah
Mari kita buktikan alangkah indahnya taman bunga bernama Bahasa Indonesia. Keningnya berkerut. Ya, itulah kalimat yang biasa kita gubah. Cobalah sesekali lakukan variasi. Keningnya bekernyut. Ai, ada rasa berbeda. Jika Anda melakukan hal demikian, Anda berjasa melestarikan bahasa persatuan.
Kalau mau menyelami cara menulis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang kaya, silakan mampir ke artikel ini. Lima menit pun cukup. Menulis dalam Bahasa Indonesia yang Kaya.
Sudah, ya. Lema sedang merintih. Mungkin konser keroncong di perutnya sudah bermula. Mungkin hatinya tengah bekertak-kertak diamuk rindu.
Salam takzim, Khrisna Pabichara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H