Menteri terpapar. Bupati tertular. Walikota terjangkit. Rakyat terkapar. Bahkan, kemarin Sekda DKI Jakarta berpulang ke rahmatullah. Jika petinggi terus mempertontonkan lakon tikai, masyarakat bisa saja bersikap apatis. Masker ditaruh di saku. Cuci tangan hanya sebelum makan atau beribadah. Jaga jarak tinggal slogan. Menjauh dari kerumunan dilanggar berkali-kali.
Mau sampai kapan?
Guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Saya percaya, Anies dan petinggi lain masih mampu menghafal pepatah itu. Rakyat membutuhkan teladan. Rakyat memerlukan solusi. Rakyat menginginkan gerak selaras antarpemimpin. Rakyat sama sekali tidak mengangankan pameran kata dengan pemeran tunggal.
Ayolah, Anies Baswedan. Kami memerlukan pertunjukan kerja sama, bukan pergelaran saling tuding. Ayolah, Ridwan Kamil. Kami membutuhkan tuntunan keselarasan aksi, bukan tontonan tukar bacot. Ayolah, Jokowi. Kami mengidamkan determinasi kebijakan, bukan atraksi lempar sindiran.
Mau sampai kapan?
Kami capai terus dipaksa mendekam dalam bilik ketakpastian. Kami rela berhari-hari tidak keluar rumah, asalkan "bapak-ibu yang terhormat" bekerja sepenuh hati. Kami rela meneguk liur rindu, selama "kalian kaum yang mulia" lebih banyak berkerja daripada bertelingkah.
Kami capek, Pak Anies. Di rumah, kami butuh jajan dan makan. Di televisi, Bapak terus minta uang! Kami lelah, Pak Jokowi. Di rumah, kami kelojotan. Di televisi, Bapak masih saja gelagapan. Kami tak peduli berapa banyak uang yang Bapak-bapak habiskan, asalkan pandemi dihadapi secara tepat dan cepat.Â
Keringat kami sudah diperas menjadi pajak. Kami ingin sehat!
Salam takzim, Khrisna Pabichara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H