Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Demi Korona, Anies Minta Uang Lagi

17 September 2020   02:30 Diperbarui: 17 September 2020   03:04 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anies Baswedan tak henti memanen sensasi. Jika tidak berseteru dengan Pemerintah Pusat, pasti bersitegang dengan gubernur tetangga. Kalau hubungan dengan tetangga adem-adem saja, beliau bertelingkah dengan anggota legislatif. Pandemi korona tak surut-surut, politik rivalitas tak susut-susut. 

Mau sampai kapan seperti itu?

Belum reda hujan sengketa antara Gubernur DKI Jakarta dengan Pemerintah Pusat gara-gara PSPB, sudah gencar saja berita tentang pemanfaatan dana penanganan pandemi korona di jantung Ibu Pertiwi. Kali ini Anies dicocor gara-gara berniat mencairkan dana cadangan. Nilainya tidak tanggung-tanggung. Satu koma empat triliun rupiah. Nolnya banyak: 1.400.000.000.000,00.

Tentulah pantas jika anggota DPRD DKI Jakarta mempertanyakan penggunaan anggaran penanganan korona. Selain karena anggaran yang dikucurkan sangat besar, Anies berniat pula mengajukan dana talangan ke Pemerintah Pusat sebesar Rp12,5 triliun. Padahal, bea penanganan korona dari APBD Jakarta sudah menelan duit sebanyak Rp10 triliun. Belum lagi bantuan Pemerintah Pusat sebesar Rp4,8 triliun.

Dokumen Olah Pribadi
Dokumen Olah Pribadi
Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD DKI Jakarta, Basri Baco, mencecar dan mengejar Anies. Dilansir wartaekonomi.co.id, Basri mempertanyakan penggunaan anggaran yang telah digelontorkan. Apalagi Pemprov belum pernah melaporkan realisasi penggunaan anggaran, baik kepada DPRD DKI Jakarta maupun kepada Pemerintah Pusat.

Sebenarnya rivalitas politik tidak hanya terjadi di Jakarta. Silang pendapat antara Gubernur Jawa Timur dan Wali Kota Surabaya pernah gencar diberitakan. Mobil laboratorium uji usap PCR yang jadi akar tengkar. Khofifah Indar Parawansa dan Tri Rismaharani, dikabarkan voaindonesia.com, sama-sama merasa paling berhak lebih dahulu menggunakan mobil bantuan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Beberapa saat lalu, Anies juga tidak mampu menggalang koordinasi lintas wilayah. Ridwan Kamil malah menawarkan bantuan untuk menampung pasien alih-alih sepakat bersama-sama menggelar PSPB. Hajat pemberlakuan PSPB sempat pula dipersoalkan oleh Wali Kota Bogor Bima Arya.

Sungguh, Anies seperti pemain bola yang sibuk menggocek bola di tengah lapangan. Tidak tahu arah gawang lawan yang dituju, tidak tahu pula siapa saja kawan dan lawannya. Nahas benar nasib sang gabener yang sekarang ingin menegakkan PSPB Jilid 2, padahal selama PSPB Jilid 1 sering blunder.

Akan tetapi, masyarakat sebenarnya tidak mau tahu akar tengkar antara Anies dengan pihak selain dirinya. Warga Jakarta dan sekitarnya lebih mendambakan penanganan korona yang lebih serius dan fokus. Penduduk jelas sudah bosan menyaksikan tikai tiada henti.

Kalangan elite, baik Pemerintah Pusat maupun Daerah, tidak punya pola penanganan korona yang tertata dan terukur. Yang tampak terang benderang justru silat lidah tak kenal tamat. Gelagat berburu panggung masih dipertontonkan, padahal korona terus mengganas.

Dokumen Olah Pribadi
Dokumen Olah Pribadi
Kemarin, dilansir sehatdirumah.com, penderita baru di Jakarta bertambah sebanyak 1,294 pasien. Tidak bisa dimungkiri, Jakarta masih penyumbang angka harian terbanyak. Jumlahnya jauh di atas Jawa Timur (372 kasus), Jawa Tengah (340 kasus), dan Jawa Barat (293 kasus). Tentu saja banyak faktor penyebab, tetapi penanganan yang signifikan sungguh kami butuhkan.

Bahkan jika kita berbicara dalam skala nasional, peningkatan kasus harian sangat mengerikan. Tidak satu pun provinsi yang nihil penambahan pasien. Dari Aceh sampai Papua semuanya bertambah. Apalah arti PSBB berkali-kali jikalau pemerintah tidak kunjung laras dan padu dalam menangani pandemi. 

Mau sampai kapan?

Dokumen Olah Pribadi
Dokumen Olah Pribadi
Dalam hal rasio kasus per satu juta penduduk, Jakarta tetap di posisi puncak. Penetrasi virus korona di Jakarta sudah mencapai level mencemaskan. Rasio kasus secara nasional pun sama. Setiap hari kita disuguhi kabar tentang korona. Rakyat Indonesia sudah tidak paham lagi cara menubuhkan tabah dan menabahkan tubuh.

Menteri terpapar. Bupati tertular. Walikota terjangkit. Rakyat terkapar. Bahkan, kemarin Sekda DKI Jakarta berpulang ke rahmatullah. Jika petinggi terus mempertontonkan lakon tikai, masyarakat bisa saja bersikap apatis. Masker ditaruh di saku. Cuci tangan hanya sebelum makan atau beribadah. Jaga jarak tinggal slogan. Menjauh dari kerumunan dilanggar berkali-kali.

Mau sampai kapan?

Dokumen Olah Pribadi
Dokumen Olah Pribadi

Guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Saya percaya, Anies dan petinggi lain masih mampu menghafal pepatah itu. Rakyat membutuhkan teladan. Rakyat memerlukan solusi. Rakyat menginginkan gerak selaras antarpemimpin. Rakyat sama sekali tidak mengangankan pameran kata dengan pemeran tunggal.

Ayolah, Anies Baswedan. Kami memerlukan pertunjukan kerja sama, bukan pergelaran saling tuding. Ayolah, Ridwan Kamil. Kami membutuhkan tuntunan keselarasan aksi, bukan tontonan tukar bacot. Ayolah, Jokowi. Kami mengidamkan determinasi kebijakan, bukan atraksi lempar sindiran.

Mau sampai kapan?

Dokumen Olah Pribadi
Dokumen Olah Pribadi
Kalau terus seperti ini, satu demi satu warga akan tumbang dengan sendirinya. Sudahlah. Hentikan kelahi itu! Rakyat berjuang menafkahi negara ini bukan untuk melihat pemimpin mereka tak henti-henti bertikai.

Kami capai terus dipaksa mendekam dalam bilik ketakpastian. Kami rela berhari-hari tidak keluar rumah, asalkan "bapak-ibu yang terhormat" bekerja sepenuh hati. Kami rela meneguk liur rindu, selama "kalian kaum yang mulia" lebih banyak berkerja daripada bertelingkah.

Kami capek, Pak Anies. Di rumah, kami butuh jajan dan makan. Di televisi, Bapak terus minta uang! Kami lelah, Pak Jokowi. Di rumah, kami kelojotan. Di televisi, Bapak masih saja gelagapan. Kami tak peduli berapa banyak uang yang Bapak-bapak habiskan, asalkan pandemi dihadapi secara tepat dan cepat. 

Keringat kami sudah diperas menjadi pajak. Kami ingin sehat!

Salam takzim, Khrisna Pabichara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun