Lebih baik simpan ide itu di bank gagasan agar kapan-kapan bisa kita tuangkan ke dalam tulisan. Jika sudah luang dan ingin membalas omelan atasan yang tidak jelas juntrungannya itu, tulislah. Omelan lisan akan hilang dengan sendirinya selama tidak terekam, tetapi tulisan kita kemungkinan besar akan selalu ada dan bisa dibaca kapan saja.
Penulis adalah Petani yang Cekatan
Kadang kala gagasan seperti wangsit yang muncul tiba-tiba atau kita temukan tanpa sengaja. Dari mana pun asalnya, hal terbaik yang perlu kita lakukan justru menyemai gagasan itu agar dapat tumbuh menjadi bibit wacana.
Bukan berarti saya menganggap sumber gagasan itu tidak penting, bukan. Saya hanya ingin menyatakan bahwa gagasan sebanyak apa pun akan sia-sia jika tidak kita tebar di atas bedeng-bedeng persemaian.
Bagaimana cara menyemai gagasan agar tumbuh menjadi bibit wacana?Â
Ada satu trik yang bisa kita gunakan, yakni riset. Saya tidak akan menyodorkan angka sebagai sekian jumlah trik yang bisa kita coba satu demi satu. Cukup satu saja: riset. Namun, jangan remehkan manfaat riset bagi pengayaan gagasan. Riset ibarat pupuk bagi tanaman: menyuburkan dan memakmurkan.
Ketika ada calon pengantin yang bunuh diri karena merasa terberati uang mahar atau bea pesta, kayakan gagasan dengan mengulik atau memeras Gugel. Kalau perlu, ubek-ubek perpustakaan. Cari berapa banyak orang yang menghabisi hidupnya pas sebelum menikah. Cari titik unik yang layak disuguhkan kepada khalayak.
Ketika kita mendengar kabar tentang orangtua yang terpaksa mencuri gawai cerdas hanya demi memenuhi kebutuhan belajar daring anaknya, lalu kita pilih sebagai gagasan pembingkai wacana, carilah data tentang kesulitan orangtua memenuhi tuntutan pembelajaran jarak jauh. Luangkan waktu sejam atau dua jam untuk bermain-main dengan data.
Penulis memang mesti menjadi petani ide yang tabah: tidak buru-buru menyalakan laptop dan meramu tulisan, tidak tergesa-gesa merampungkan tulisan, dan tidak sembrono menyodorkan tulisan ke hadapan sidang pembaca.
Lihatlah petani yang menyemai bibit padi. Tidak semua bibit layak ditandur atau ditanam di sawah. Penulis juga begitu. Sekalipun gagasan sudah crot di kepala, jangan buru-buru main plung seperti orang kebelet berak. Nanti setelah benar-benar plong baru mulai menulis. Trik ini juga akan sangat membantu kalian agar terhindar dari "jalan buntu" saat menulis.
Penulis adalah Pedagang yang Cerdas
Setelah gagasan kita temukan, tersimpan dengan rapi di bank gagasan, lalu tersemai dengan subur di ladang riset, saatnya seorang penulis menjadi pedagang yang pintar. Mengapa harus amsal pedagang? Ini terkait dengan sudut pandang "daya jual" gagasan.