Penulis mau tidak mau mesti awas memilih kata. Perih dan peri tidak semakna, begitu pula dengan jeri dan jerih. Atau, meski dan mesti. Sekilas tampak remeh, padahal perkara sereceh itu tidak boleh dipandang remeh. Salah kata mengawali salah makna. Dampaknya parah karena kalimat pasti berantakan dan paragraf awut-awutan.
Sesekali saya dengar gerunyam penulis. Katanya, itu saltik belaka. Bisa jadi "ya", mungkin juga "tidak". Mengapa? Sebab tidak sedikit penulis yang jarang membuka kamus sehingga tidak paham arti kata. Itu masih sepele. Malahan ada penulis yang tidak mampu mengenali dan membedakan kata kerja, kata benda, atau kata sifat. Apalagi mengerti kalimat aktif dan pasif atau efektif dan tidak efektif.
Sekali lagi, editor bukan petugas "juru sidik ejaan". Tugas penyunting bukan semata-mata menyidik galat tipografi atau typography error--boleh disingkat typo. Sebagai penulis, seyogianya editor kita bebaskan dari hal sesederhana itu. Biarkan editor menyunting hal pelik lain demi perbaikan naskah.
Jadi, penulis harus rela berkeringat untuk mendalami bahasa Indonesia. Kasihan editor: Jika buku bagus maka penulis yang dipuji-puji, jika buku jelek maka penyunting yang dimaki-maki.
(4)
Apakah yang sudah dilakukan oleh 50 peserta pelatihan menulis itu? Adakah mereka sudah mulai menulis? Adakah mereka kian gigih menulis? Adakah mereka berleha-leha saja? Jangan-jangan ada di antara mereka yang bingung mau menulis apa. Hanya Tuhan dan mereka yang tahu.
Hanya saja, jangan ajukan satu pertanyaan ini kepada mereka: Apakah mereka sudah menguasai bahasa Indonesia? Tampaknya belum, tetapi tidak apa-apa. Puluhan tahun belajar bahasa Indonesia saja masih keleyengan, apalagi hanya empat jam belajar bersama mentor atau teman belajar yang segila saya.
Sekali lagi, tidak apa-apa. Mengapa? Sebab masih ada pertanyaan yang belum terjawab: Habis-habisan menulis atau tak habis-habis menulis? Silakan pilih sendiri, itulah jawabannya. Boleh pilih satu, boleh pilih semua. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H