Sebenarnya menulis surat resmi atau surat dinas bukanlah pekerjaan yang berat, apalagi bagi mereka yang sudah terbiasa. Meski begitu, kekeliruan penulisan masih kerap terjadi.
Tulisan sepele ini bermula dari cuitan Ivan Lanin, wikipediawan, tentang kalimat pembuka dan penutup surat dinas pada 22 Maret 2019 di Twitter. Meski begitu, hasrat mengudar perkara salah kaprah yang kerap muncul dalam surat dinas sebenarnya sudah terpantik sejak dua bulan lalu.
Kala itu, 30 Januari 2019, Kemenpora mengimbau pengelola bioskop agar memutar lagu Indonesia Raya sebelum film ditayangkan. Dengan demikian, penonton di bioskop mesti berdiri dan bernyanyi sebelum menikmati tayangan film. Selang dua hari kemudian, beliau mencabut surat imbauan itu.
Saya tercenung setelah menyigi imbauan tersebut dengan saksama, walaupun akhirnya saya menyadari bahwa tidak semua juru tulis, kerani, kelerek, atau sekretaris paham seluk-beluk surat dinas.
Coba kita tilik kutipan berikut.
Dalam rangka meningkatkan rasa nasionalisme dan mewujudkan generasi muda yang bangga serta cinta pada tanah air, dengan ini kami menghimbau kepada para pengelola bioskop di seluruh Indonesia untuk dapat memutarkan sekaligus menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya sebelum berlangsungnya setiap pemutaran film.
Berdasarkan nukilan di atas, beberapa catatan segera menyentak benak saya. Pertama, kata rasa sebelum nasionalisme sebenarnya tidak perlu ada. Mengapa? Sebab nasionalisme itu paham atau kesadaran sehingga tidak perlu didahului oleh kata rasa. Kedua, penggunaan menghimbau. Kata dasar yang tepat adalah imbau. Bentukannya mengimbau, diimbau, atau pengimbau.Â
Baca juga: Waspadai Surat Dinas Via Email
Ketiga, penggunaan kepada sebelum para pengelola. Kata mengimbau sepadan dengan memanggil atau menyeru. Dalam hal ini, sudah jelas bahwa imbauan dari pihak yang mengimbau ditujukan kepada pihak yang diimbau. Jadi, tidak perlu ada kata kepada.
Hal serupa kerap terjadi pada ragam lisan seperti menuju ke rumah. Mestinya cukup menuju rumah atau ke rumah. Kebiasaan pada ragam takresmi atau cakapan akhirnya terbawa-bawa ke ragam resmi.