Itu karena penduduk Indonesia mahir mengklaim: pihak Pak Jokowi mengaku berakal waras, kubu Pak Prabowo mengaku berakal sehat. Tidak satu pihak pun yang mengaku berakal tidak waras atau sakit.
Andai kata saya masuk dalam jajaran juru kampanye kubu Pak Jokowi, saya tidak akan ikut-ikutan mempertanyakan di mana Pak Prabowo akan jumatan.Â
Lebih baik saya mempertanyakan bagaimana cara Pak Prabowo menggenjot pembangunan tanpa utang, menurunkan harga-harga tanpa merugikan konsumen, dan menjaga kestabilan pangan tanpa impor.
Jika itu kurang mempan, saya pasti menanyakan perkara lain seputar mengapa hanya 1% penduduk Indonesia yang menikmati kekayaan alam dan langkah taktis apa yang akan beliau lakukan supaya kekayaan alam itu dinikmati secara adil dan merata oleh seluruh lapisan masyarakat. Lebih detail lagi, seperti apa adil dan merata di benak beliau.
Saya tetap akan bersikukuh, seandainya saya juru kampanye Pak Jokowi, tidak mempertanyakan identitas keislaman Pak Prabowo.Â
Sekalipun kubu sebelah tak henti-henti menebar fitnah seperti azan akan dilarang, pelajaran agama dihapus, kondom dibagikan secara gratis, atau perkawinan sejenis dibolehkan, saya tidak akan membalas dengan cara yang sama. Jika itu saya lakukan berarti sama saja dengan kubu lawan.
Untung saya bukan juru kampanye pihak mana pun. Saya sebatas penggembira, sekalipun jelas memilih satu di antara dua pasangan calon, yang menikmati keriuhan sebagai tontonan segar dari kejauhan. Kadang saya tergelak melihat perangai pihak Pak Jokowi, kadang saya tertawa melihat pongah pendukung Pak Prabowo.Â
Tertawa saja. Tidak lebih, tidak kurang. [khrisna]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H