Perhatikan pula kata kunci yang digunakan Faisal untuk merangsang "rasa ingin tahu" pembaca. Ia sengaja menggunakan "siapa lelaki sialan". Tiga kata itu sudah cukup untuk menggelorakan animo pembaca.
Cermati pula cara Faisal menutup paragraf pembuka dengan kalimat berirama: saya tidak punya apa-apa selain dada penuh luka. Dengan kata lain, tanpa kalimat berbunga-bunga sekalipun tetap saja paragraf awal tersebut renyah baca. Kenapa? Karena ada nada pada setiap pilihan kata.
Ketiga, mainkan rasa penasaran pembaca. Mengapa harus demikian? Sebab rasa penasaran akan menggelitik benak pembaca supaya tidak meninggalkan cerita sebelum rampung terbaca.
Bagaimana melakukannya? Simak cara Eka Kurniawan memancing "air liur pembaca supaya terus membaca".
Pembukaan dengan kalimat mengentak itu tidak serta-merta disertai serbuan kabar tentang perasaan si tokoh. Eka bermain tarik-ulur. Ia menarik dan mengulur perasaan pembaca. Lewat sebutir demi sebutir, Eka memperlambat tempo cerita. Namun, ia tidak berlama-lama. Pada kalimat berikutnya sudah ada kalimat kunci baru yang mengentak: seolah di butir terakhir ia akan bertemu kematian.
Bayangkan, seseorang yang sedang diterpa badai rasa jemu menghabiskan waktu dengan merenung sembari menikmati jagung rebus dan membayangkan tangan-tangan kematian segera menjemputnya.
Nah, kamu juga bisa begitu. Tentu saja pada mulanya tidak akan mudah. Jelas begitu, sebab kecakapan mengarang berbeda dengan keterampilan merebus mi instan.
Keempat, mainkan cerita. Paragraf pembuka bukanlah etalase di toko berlian atau emas yang memajang cincin atau kalung penuh pesona. Paragraf pembuka laksana aroma rempah-rempah yang menguar di udara dan menghambur ke cuping hidung kita. Atau, sengit sambal yang melesak ke dalam lubang hidung dan membuat kita tersedak atau terbatuk-batuk.
Sekarang coba tilik teknik Djenar Maesa Ayu ketika membuka cerita.