Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Resep Meracik Paragraf Pembuka Cerita

14 Maret 2019   15:14 Diperbarui: 20 Maret 2019   11:47 4636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kamu suka menulis cerita pendek? Jika jawabanmu ya, sepertinya kamu perlu membaca artikel remeh ini. Mengapa saya sebut remeh? Sebab artikel ini hanya bersifat sepertinya atau rasanya atau rupa-rupanya. Jadi boleh kamu baca andai kata kamu merasa membutuhkannya.

Beberapa hari yang lalu, saya menganggit tulisan tentang Seni Menata Paragraf. Artikel tersebut saya tujukan bagi siapa saja yang berhasrat menulis artikel nonfiksi, tetapi sebenarnya dapat juga diterapkan oleh siapa saja yang mengarang fiksi seperti cerita pendek dan/atau novel.

Tak dinyana, ternyata ada beberapa teman yang mengirim pesan lewat aplikasi rumpi WA. Mereka meminta saya untuk menulis artikel tentang paragraf pembuka dalam cerita pendek. Mumpung tengah suntuk menyunting, saya alihkan sejenak perhatian saya dengan menganggit artikel ini.

Sebaiknya kamu tidak berburuk sangka dulu. Artikel ini bukan teori dengan petunjuk-petunjuk kaku berisikan harus begini dan mesti begitu. Artikel ini tidak lebih dari sebuah endapan pengalaman atau residu pembacaan saya atas cerita pendek.

Jadi, ambil secangkir kopi atau teh dan segera seruput tulisan ini.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Menata Paragraf Pembuka

Begini, Kawan. Selama beberapa tahun lalu sempat berkembang gosip di antara pengarang cerpen tentang paragraf pembuka cerita. Gosip itu berupa kuasa paragraf pembuka cerita. Apabila paragraf pembuka ceritamu kurang memikat, alamat ceritamu akan ditinggalkan oleh pembaca sebelum mereka tiba di paragraf ketiga.

Rupa-rupanya mengerikan, tetapi demikianlah yang terjadi. Akan tetapi, jangan keder duluan. Menulis saja dulu. Lambat laun keterampilanmu menganggit paragraf pembuka akan terasah sendiri. Menulis saja terus. Kecerdasan dan kepekaan gramatikal muncul dari pembiasaan, bukan dari angan-angan dan ingin-ingin.

Jika kamu betul-betul berhasrat ingin menjadi penulis, dalam hal ini pengarang, maka yang perlu kamu lakukan tiada lain kecuali menulis. Selama masih sebatas angan dan ingin, kamu tidak atau belum menjadi penulis.

Bagaimana dengan teknik menulis? Itu dapat kamu pelajari sambil mengasah "pensil imajinasimu". Ibarat kata pepatah, sambil menyelam minum air. Mari kembali ke gosip perihal paragraf pembuka. Coba tilik infografis berikut.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Tidak banyak perkara yang mesti kita perhatikan tatkala membuka cerita. Hanya empat. Apabila keempat perkara tersebut kita kuasai, niscaya paragraf pembuka cerita kita lebih renyah dibaca dan lebih gurih rasanya.

Empat Resep Membuka Cerita

Tenang, Kawan, kamu tidak perlu kembali ke atas apabila ingin membaca kembali empat resep membuka cerita alah Koki Khrisna. Kamu tinggal menggulirkan layar ponselmu ke bawah dan anugerah Tuhan segera tercurah untukmu.

Pertama, mainkan irama kata atau nada. Ketika saya menulis cerita, saya sering mengetuk-ngetuk meja untuk menaksir irama kata. Dulu tidak begitu, sebab dulu saya mengetik dengan menggunakan mesin tik. Suara mesin tik adalah simfoni yang mujarab untuk mengusir sunyi.

Bacalah contoh paragraf pembuka pada cerpen saya yang berjudul Arajang. 

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi

Dari contoh tersebut, kita dapat melihat bagaimana kata demi kata bergerak dalam nada tertentu. Kadang lambat, kadang cepat. Permainan tempo itu dapat memicu ketukan di kepala pembaca sehingga mereka tanpa sadar larut dalam cerita.

Paragraf tersebut langsung dibuka dengan kalimat: Tidak mudah menjadi lelaki. Pada bagian penutup paragraf tertera kalimat: Tapi tidak begitu jika kamu calabai. Dalam jeda antarkalimat tersaji irama perasaan narator, mulai dari bagaimana menjadi lelaki, lalu menjadi perempuan, dan akhirnya menjadi calabai.

Ketika kamu membuka cerita, bukalah paragraf awal dengan runtun kata dan rentet kalimat yang berirama. Bagaimanapun, membaca sebenarnya adalah mendengarkan musik. Ada melodi yang bersembunyi di balik untaian kata yang kita eja.

Kedua, mainkan pola tarik-ulur. Jangan kamu buka ceritamu dengan menjejalkan seluruh informasi atau semua gagasan ke dalam kalimat pembuka. Pelan-pelan saja. Singkap sedikit, tetapi jangan semuanya.

Coba perhatikan contoh berikut.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Simak bagaimana Faisal Oddang membuka kisahannya dengan aliran rasa merdeka: saya tidak perlu menebak siapa lelaki sialan yang akan membayar karcis untuk tubuh saya. Stop! Cukup sebegitu dulu rahasia yang disingkap di hadapan pembaca.

Perhatikan pula kata kunci yang digunakan Faisal untuk merangsang "rasa ingin tahu" pembaca. Ia sengaja menggunakan "siapa lelaki sialan". Tiga kata itu sudah cukup untuk menggelorakan animo pembaca.

Cermati pula cara Faisal menutup paragraf pembuka dengan kalimat berirama: saya tidak punya apa-apa selain dada penuh luka. Dengan kata lain, tanpa kalimat berbunga-bunga sekalipun tetap saja paragraf awal tersebut renyah baca. Kenapa? Karena ada nada pada setiap pilihan kata.

Ketiga, mainkan rasa penasaran pembaca. Mengapa harus demikian? Sebab rasa penasaran akan menggelitik benak pembaca supaya tidak meninggalkan cerita sebelum rampung terbaca.

Bagaimana melakukannya? Simak cara Eka Kurniawan memancing "air liur pembaca supaya terus membaca".

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Lihat taktik Eka membuka paragraf dengan lima kata: dalam satu badai rasa jemu. Lima kata itu memacu pertanyaan awal: seperti apa badai rasa jemu yang menimpa si tokoh? Pembaca yang tengah mengalami "pukulan batin akibat deraan putus asa" boleh jadi bertanya-tanya: jangan-jangan persis seperti jemu yang saya rasakan.

Pembukaan dengan kalimat mengentak itu tidak serta-merta disertai serbuan kabar tentang perasaan si tokoh. Eka bermain tarik-ulur. Ia menarik dan mengulur perasaan pembaca. Lewat sebutir demi sebutir, Eka memperlambat tempo cerita. Namun, ia tidak berlama-lama. Pada kalimat berikutnya sudah ada kalimat kunci baru yang mengentak: seolah di butir terakhir ia akan bertemu kematian.

Bayangkan, seseorang yang sedang diterpa badai rasa jemu menghabiskan waktu dengan merenung sembari menikmati jagung rebus dan membayangkan tangan-tangan kematian segera menjemputnya.

Nah, kamu juga bisa begitu. Tentu saja pada mulanya tidak akan mudah. Jelas begitu, sebab kecakapan mengarang berbeda dengan keterampilan merebus mi instan.

Keempat, mainkan cerita. Paragraf pembuka bukanlah etalase di toko berlian atau emas yang memajang cincin atau kalung penuh pesona. Paragraf pembuka laksana aroma rempah-rempah yang menguar di udara dan menghambur ke cuping hidung kita. Atau, sengit sambal yang melesak ke dalam lubang hidung dan membuat kita tersedak atau terbatuk-batuk.

Sekarang coba tilik teknik Djenar Maesa Ayu ketika membuka cerita.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Cermati kalimat pembukanya: Kemarin saya melihat moral di etalase sebuah toko. Begitu saja. Cerpen bukanlah khotbah atau ceramah yang mesti dibumbui rupa-rupa petuah. Cerpen adalah seuntai kisah yang dituturkan lewat seruntun kata.

Sejatinya, tugas pencerita adalah bercerita. Jangan mengambil alih wewenang penceramah yang memang bertugas untuk berceramah.

Perhatikanlah gaya Djenar membuka ceritanya. Jika dia tidak punya "mental menahan diri", barangkali "kata moral" sudah menyeretnya ke mana-mana. Dengan santai ia bandingkan antara "moral" dengan "rok kulit mini". Sederhana, tetapi kena!

Keahlian menahan diri agar tidak meliar tak tentu arah jelas merupakan hasil dari serangkaian proses mengasah kepekaan. Kamu juga punya potensi memiliki keahlian seperti itu, tergantung seberapa gigih kamu dalam melatih diri.

Mulailah Menulis Sekarang Juga

Nah, saya sudah membagikan resep membuka cerita. Boleh jadi resep saya tidak cocok dengan seleramu. Tidak apa-apa, itu lumrah. Tiada berbeda dengan membaca resep masakan, kita mencoba beberapa yang ditaksir cocok dengan selera. Setelah dicoba dan ternyata tidak cocok, ya, lupakan saja.

Kalaupun cocok, ya, jangan bertumpu pada satu atau dua teknik. Kembangkan terus. Persis seperti mencoba resep makanan tadi, kadang-kadang kita terlecut untuk mencoba resep baru sesuai imajinasi kita sendiri. Sah-sah saja. Tidak ada yang dapat melarang kita untuk mengembangkan kecakapan menulis.

Hanya saja, manakala satu resep yang kamu coba berujung pada kegagalan maka kamu tidak perlu bermuram durja. Santai saja. Coba lagi. Lagi dan lagi.

Ingatlah selalu bahwa menulis, termasuk mengarang cerita, sejatinya adalah upaya mengurangi beban pikiran dan perasaan. Jangan menyiksa diri dengan menambah beban pikiran dan perasaan gara-gara gagal membuka cerita dengan paragraf yang apik.

Sudah dulu, ya. Sampai berjumpa di resep menulis berikutnya. Selamat menulis!

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun