Perubahan yang paling mencolok adalah pada penamaan tokoh. Semula Remba dan Tami, menjadi Sabda dan Kana. Keduanya bermakna "kata". Bedanya hanya dari asal kata. Sabda dari bahasa Indonesia, Kana dari bahasa Makassar.
Selang dua hari setelah naskah saya ajukan ke penerbit, jawaban sudah tiba. Sabda dan Kana akhirnya bertemu jodoh. Persiapan kelahiran sudah matang. Kover pun sudah ada. Sederhana dan berbau milenial. Ini lagi-lagi usulan Amel yang menginginkan kover berwarna pastel. Saya sendiri memilih oranye. Jadi, kami bersatu dalam oranye pastel. Tukang bikin sampulnya juga keren karena dapat mewujudkan apa yang kami bayang-bayangkan.
Jadi, trik mencari jodoh yang ketiga adalah akan indah pada waktunya.
Saya bermaksud "mencari jodoh buat tulisan", kalian mungkin mengira jodoh berupa pasangan. Aduh, itu mah saya juga tidak tahu bagaimana triknya. Sungguhpun rencana kelahiran buku ini memang perlu saya kabarkan, seperti ungkap Andi Karman--akademisi Bahasa dan Sastra Indonesia, buku ini penting untuk menakar keindonesiaan kita.Â
Pada dasarnya, saya hanya ingin berbagi pengalaman. Kadang apa yang kita hajatkan berlangsung tidak semulus dengan yang inginkan. Ada keberhasilan ada kegagalan, ada keuntungan ada kerugian. Yang pernah gagal atau rugi tidak boleh lekas menyerah. Selama kita yakin dan mau bangkit, jalan pasti terbentang lapang.
Akhirnya, izinkan saya berterima kasih apabila kalian sembuh dari rasa kecewa. Sekali lagi, saya tidak bermaksud mengibul atau melagak. Di luar sana banyak orang yang punya naskah bagus dan layak baca, tetapi kurang nyali untuk mengangsurkan naskahnya ke penerbit.
Ada juga yang punya naskah bagus dan patah arang hanya karena pernah ditolak satu kali. Jangan cemen, dong. Berpikir positif saja. Jangankan kita, kalian dan saya, J.K. Rowling saja pernah mengalami penolakan berkali-kali. Boleh jadi naskah kita tidak cocok, tidak sehaluan, atau tidak senapas dengan penerbit yang menampik itu. Sesederhana itu.
Saya juga ingin berterima kasih kepada pengelola Kompasiana yang telah memberikan ruang bagi saya untuk berbagi kabar tentang bahasa Indonesia. Tentu pula kepada teman-teman Kompasianer yang baik hati dan suka meluangkan waktu membaca tulisan saya.
Remba dan Tami, yang bersalin nama menjadi Sabda dan Kana, akhirnya pindah ke buku. Mungkin kalian akan bertemu tokoh baru, entah Jaro entah Aldo, selama kalian masih senang membaca tulisan-tulisan sederhana saya.
Bagaimana dengan Amel? Dia baik-baik saja. Dia tetap sebagai perempuan Sunda bermata sendu yang selalu meneduhkan dan meneguhkan batin saya.