Hal sama berlaku pada tiga pereli mobil, yakni Memen Harianto yang didampingi Rimhalsyah dan Lody Francis Natasha. Bukan sekadar adu cepat atau siapa yang lebih dahulu tiba di finis, melainkan sekaligus adu daya tahan. Baik daya tahan pengendara maupun yang dikendarai. Sepekan, tepatnya enam hari, tentu bukan waktu yang singkat.Â
Apalagi sebelum berlaga tidak ada proses survei lokasi atau uji medan. Begitu balapan dimulai harus langsung tancap gas.
Tidak heran jika banyak penghadir mengulum senyum ketika Irma Ferdiana menceritakan pengalaman dikejar-kejar anjing ketika sedang berlomba di arena reli. Tidak heran pula jika banyak yang berdecak-decak tatkala Lody Natasha mengutarakan siap lahir dan batin mengarungi medan laga.
Konferensi pers akhirnya usai. Para kuli tinta sibuk menjepret para pembalap. Ada juga yang memilih memantau dari jauh dan diam-diam merekam peristiwa. Ada pula yang berdiri seraya memegangi cangkir teh.
Para Kompasianer sibuk mewawancarai petinggi JNE soal cara JNE nanti mengepak dan mengirim dua motor, satu mobil, dan satu mobil bus ke Thailand. Bukan apa-apa. Tidak boleh ada cacat selama pengiriman karena barang yang dikirim akan digunakan berlomba. Tidak boleh telat sebab pembalap tidak mungkin bertarung tanpa kendaraan.
Apakah tiga pereli mobil sanggup menggurat sejarah di Asia Cross Country Rally 2018? Kita tunggu sepak terjang mereka. Adakah dua srikandi pereli motor akan mengukir prestasi dengan tinta emas?Â
Kita tunggu tarikan gas mereka.
Ribuan kilo harus ditempuh selama sepekan. Dari 12 hingga 18 Agustus 2018. Dari Thailand hingga Kamboja. Disepuh debu, dilulur lumpur, digaru batu, dan dibancuh air. Moga-moga bendera Merah Putih berkibar. Semoga Indonesia Raya berkumandang.
Selamat berjuang. Selamat baku balap.
Kandangrindu, 2018