Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Menunggu Kiprah Srikandi "Motocross" Indonesia

21 Agustus 2018   11:46 Diperbarui: 21 Agustus 2018   11:50 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Motor yang akan digunakan oleh Srikandi

Kadang membelah hutan, kadang berlumur lumpur, kadang bersimbah air, kadang digelimuni debu, kadang tersasar di hutan dan tidak tahu mesti bertanya kepada siapa, kadang dikejar-kejar anjing, tetapi kami mesti bertahan hingga ke garis finis. ~ Irma Firnanda, Srikandi Motocross Indonesia

Saya memang penyuka balap motor. Lebih tepatnya, suka menonton adu balap motor. Itulah sebabnya saya setuju tatkala diminta pengelola Kompasiana untuk mengikuti konferensi pers Tim Reli JNE-Furukawa, Selasa (7/8/2018), di Kantor Pusat JNE.

Jakarta sedang cerah. Jalan-jalan lengang dan lapang. Perjalanan dari bilangan Cikini ke Tomang cukup singkat. Tidak banyak makan waktu. Kebijakan plat ganjil-genap mulai terasa tuahnya. Dulu saya pernah menempuh rute Cikini-Tomang selama sejam setengah. Hari ini lancar.

Saya tiba di Kantor Pusat JNE 10 menit sebelum acara dimulai. Rasanya seperti berada di ruang tunggu bandara, merasa asing dan sendirian karena tidak kenal siapa-siapa. Saya pun menenggelamkan diri ke layar gawai. Sekali-sekali jepret sana-sini, sesekali menikmati iklan layanan JNE di dua layar putih yang terpajang di sisi kanan kiri panggung utama.

Semesta seperti mengirim semacam pertanda. Kode keras. Saya tidak bisa mengendarai sepeda motor dan sekarang harus meliput sekaligus menulis tentang balap-balapan. Tidak apa-apa. Saya sering menulis cerita tentang tokoh korban persekusi dan perundungan, meskipun saya tidak pernah merasakannya.

Selagi asyik bercuit di Twitter, seseorang menyalami dan menyapa saya. Rudy Poa. Beliau manajer tim reli Indonesia. Semula beliau pembalap tangguh yang digadang-gadang ikut reli sejauh 2.400 km dari Thailand hingga Kamboja, namun beliau memilih mundur. 

Alasannya, beliau mulai ringkih dan dunia balap Indonesia butuh regenerasi.

Suasana ruangan tempat Konferensi Pers berlangsung | Dokpri
Suasana ruangan tempat Konferensi Pers berlangsung | Dokpri

Mata beliau berpijar-pijar setiap kata demi kata meluncur dari bibirnya, seolah-olah matanya sedang merapal doa-doa pengharapan. Harapan supaya tim reli Indonesia berbicara banyak, berdiri di podium juara, dan mengharumkan nama bangsa.

Setelah obrolan singkat usai, saya ke meja di depan ruangan untuk registrasi. Ternyata saya keduluan tiga orang berkacamata. Mereka sudah saling mengenal. Sama-sama rutin menulis di Kompasiana. Mereka menamai diri " barisan juru gesrek". 

Saya cuma mengulum senyum. Maklum, orang baru. Meski saya senang karena merasa tidak sendirian lagi di tengah jurnalis-jurnalis dengan kamera canggih dan dada berhias tanda pengenal.

Kemudian muncullah Bung Cristo dari Kompasiana. Dari sosok riang itu saya tahu bahwa ada lima Kompasianer yang diundang untuk meliput konferensi pers. Ajaibnya, semuanya berkacamata. Ah, ini pasti sesuatu yang bersifat kebetulan. Lagi pula, berkacamata bukan sesuatu yang patut atau harus dibangga-banggakan. Berkacamata berarti punya kekurangan, kurang waras dalam melihat.

Setelah menikmati penganan, setelah kasak-kusuk menunggu kiriman tagar buat cuitan di Twitter, setelah ruangan semakin penuh, acara pun dimulai. Suasana yang semula senyap dipecah oleh pewara yang, lumayan, jenaka membuka acara.

Tatkala Presdir JNE, M. Feriadi, menuturkan kata demi kata selaku tuan rumah sekaligus sponsor tim reli Indonesia, jaringan gawai saya ngadat. Menyebalkan. Saya terpaksa menunda sebaris kutipan beliau yang dapat menyulut rasa bangga berbangsa Indonesia. 

Rezeki bocah tua bengal, ternyata ada jaringan Wi-fi JNE yang gratis dan tidak terkunci. Alhasil, lancar jaya sudah cuitan di Twitter.

"Biarkan orang-orang di luar sana tahu bahwa Indonesia punya pembalap tangguh yang sanggup berbicara di kancah reli internasional. Biarkan mereka tahu bahwa selain jago di dunia bulu tangkis, atletik, atau bela diri, Indonesia juga punya pembalap yang digdaya." ~ M. Feriadi, Presiden Direktur JNE

Leonard, perwakilan Furukawa Battery Indonesia, menuturkan hal serupa. Beliau menyatakan bahwa kita patut berbangga karena punya banyak pembalap bertalenta. Tiga pembalap di reli mobil dan dua pembalap di reli motor akan membela Ibu Pertiwi dalam Asia Cross Country Rally 2018. Mereka akan bertarung di Thailand-Kamboja pada 12-18 Agustus 2018.

Ingatan saya mundur ke puluhan tahun silam, ke masa kanak, ke masa ketika ingin menonton televisi kami harus mengisi aki dulu. Waktu itu, apa pun merek aki kami hanya menyebutnya aki. Persis semua pasta gigi kami sebut odol. Ternyata ada banyak merek aki, Furukawa yang jadi rekan sponsor JNE di tim reli Indonesia di antaranya.

Tibalah giliran manajer tim yang periang, Rudy Poa. Beliau memanggil para pembalap ke panggung, memperkenalkan mereka satu per satu, dan meminta dukungan seluruh penghadir agar utusan Indonesia di kancah reli Asia itu mampu berbicara banyak.

Saya pernah duduk di sadel motor dari Makassar ke Jeneponto. Jaraknya cuma 89 km. Itu pun duduk di belakang. Setiba di tujuan, lelahnya tiada terkira. Tulang-tulang dan sendi-sendi berasa copot, seluruh otot pejal-pejal, dan pori-pori kulit wajah bagai dijalari sekawanan semut.

Tidak bisa saya bayangkan bagaimana dua srikandi pereli motor, Irma Ferdiana dan Ayu Windari, akan menempuh rute sepanjang 2.400 km, selama enam hari menerobos hutan dan perkebunan, selama puluhan jam meretas genangan air, kubangan lumpur, desing debu, atau medan jalan yang kurang ramah.

Hal sama berlaku pada tiga pereli mobil, yakni Memen Harianto yang didampingi Rimhalsyah dan Lody Francis Natasha. Bukan sekadar adu cepat atau siapa yang lebih dahulu tiba di finis, melainkan sekaligus adu daya tahan. Baik daya tahan pengendara maupun yang dikendarai. Sepekan, tepatnya enam hari, tentu bukan waktu yang singkat. 

Apalagi sebelum berlaga tidak ada proses survei lokasi atau uji medan. Begitu balapan dimulai harus langsung tancap gas.

Tim Reli Indonesia JNE-Furukawa Battery berpose bersama Presdir JNE, M. Feriadi | Dokpri
Tim Reli Indonesia JNE-Furukawa Battery berpose bersama Presdir JNE, M. Feriadi | Dokpri

Tidak heran jika banyak penghadir mengulum senyum ketika Irma Ferdiana menceritakan pengalaman dikejar-kejar anjing ketika sedang berlomba di arena reli. Tidak heran pula jika banyak yang berdecak-decak tatkala Lody Natasha mengutarakan siap lahir dan batin mengarungi medan laga.

Konferensi pers akhirnya usai. Para kuli tinta sibuk menjepret para pembalap. Ada juga yang memilih memantau dari jauh dan diam-diam merekam peristiwa. Ada pula yang berdiri seraya memegangi cangkir teh.

Para Kompasianer sibuk mewawancarai petinggi JNE soal cara JNE nanti mengepak dan mengirim dua motor, satu mobil, dan satu mobil bus ke Thailand. Bukan apa-apa. Tidak boleh ada cacat selama pengiriman karena barang yang dikirim akan digunakan berlomba. Tidak boleh telat sebab pembalap tidak mungkin bertarung tanpa kendaraan.

Apakah tiga pereli mobil sanggup menggurat sejarah di Asia Cross Country Rally 2018? Kita tunggu sepak terjang mereka. Adakah dua srikandi pereli motor akan mengukir prestasi dengan tinta emas? 

Kita tunggu tarikan gas mereka.

Ribuan kilo harus ditempuh selama sepekan. Dari 12 hingga 18 Agustus 2018. Dari Thailand hingga Kamboja. Disepuh debu, dilulur lumpur, digaru batu, dan dibancuh air. Moga-moga bendera Merah Putih berkibar. Semoga Indonesia Raya berkumandang.

Selamat berjuang. Selamat baku balap.

Kandangrindu, 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun