Gagal membujuk Griezmann dan merayu Willian merupakan tragedi saga transfer Barca pada musim ini. Griezmann bertahan di Atletico Madria, sedangkan Willian enggan meninggalkan Chelsea. Suka tidak suka, Malcom harus memenuhi ekspektasi penggemar.
Pemain berusia 21 tahun tersebut ditengarai merupakan perpaduan antara Neymar dan Willian. Ada juga yang mengidentikkannya dengan sang maestro, Lionel Messi. Walau begitu, Barcelona bukan Bordeaux. Malcom harus bekerja keras untuk menyingkirkan Dembele dan Alcacer.
Pada sisi lain, kepergian Xavi dan Iniesta justru membuka pintu bagi era baru Barcelona tanpa dua penyihir kreatif itu. Coutinho pasti terlecut untuk membuktikan bahwa harga dan kualitasnya sepadan. Hal sama berlaku pada Arthur dan Malcom. Begitu pula dengan Dembele.
Dengan atau tanpa Xavi dan Iniesta, Barca tetap mes que un club atau lebih dari sekadar klub.
3. Pembuktian Barisan Sakit Hati
Serdadu Barcelona memasuki musim baru dengan luka akibat Piala Dunia 2018 di Rusia. Tidak ada yang berpesta mengangkat piala selain Umtiti dan Dembele. Keduanya berhasil menapak tangga juara bersama timnas Prancis.
Messi, setelah kegagalan dan kekalahan menyakitkan di perdelapan final, kini berkonsentrasi penuh bagi prestasi klub. Meskipun baru memasuki usia ke-31, rasanya sudah kasip baginya untuk mengimpikan bermain atau juara di Piala Dunia 2022.
Suarez mengalami nasib serupa. Tidak berdaya melangkah ke babak final membuat penyerang asal Uruguay ini memusatkan fokus pada capaian klub. Musim lalu pundi-pundi golnya kalah jauh dibanding Messi, musim ini ia pasti ingin lebih.
Pique, Alba, dan Busquets pun sama. Mereka juga kandas di Rusia. Mereka juga merasakan perih dan pedih mengangkat koper lebih cepat. Mau tidak mau, semua kemampuan harus dikerahkan sepenuhnya bagi kegemilangan klub.
Coutinho sama saja. Takluk dan keok di Rusia walaupun ia bermain cemerlang bersama timnas Brasil. Gol indah dan gocekan mautnya tidak cukup mengantar negaranya hingga ke puncak. Sekarang tinggal beraksi sebaik mungkin bersama Blaugrana.