Langkah berikutnya, saya akan kembalikan ke dunia kekinian. Baiklah, barangkali di dekat rumah tidak ada warung makan yang buka. Namun teknologi memudahkan kita. Ada aplikasi pemesanan makanan di gawai.
Maka mengalirlah larik keempat:
Rindu bisa tunai tanpa harus bersua. Aku tahu itu. Persis seperti lapar yang bisa tuntas meski semua warung di dekat rumahku tutup. Aku bisa saja memesan makanan di gawai. Sekali pesan pasti ada saja pengendara yang terima. Tetapi, kuotaku sedang bangkrut. Pulsaku pun sekarat. Itu sebabnya aku lari dan sembunyi ke bilik doa.
Bayangkan kejadian serupa menimpa kalian. Bayangkan suasana hati kalian ketika tiada yang dapat dilakukan selain menyurukkan kepala ke bilik doa. Bayangkan alangkah tersiksanya seseorang yang menanggung rindu semenyedihkan itu.
Sebelum kita masuki larik penutup, mari kita tilik dulu pilihan kata pada tiap larik. Pada lari pertama ada kata ulang geriak-geriuk. Artinya, suara perut yang keroncongan. Ada pula ungkapan riuh gaduh, masih suara perut yang keroncongan. Kedua diksi itu tepat untuk menggambarkan kondisi lapar yang akut.
Pada larik kedua, perhatikan pilihan kata yang didominasi asonansi atau bunyi vokal "a". Bunyi asonansi ini berasa ngilu, seperti gusi terkena es krim atau air dari kulkas. Adapun larik ketiga dibumbui dengan citraan suasana pada di luar hujan deras, bensin motor tandas, takut demam dan selesma, yang ditutup dengan ikut pilek gara-gara rinduku.
Untuk menambah perbendaharaan kata, silakan baca tulisan ini.
Larik keempat diwarnai permainan bunyi pada kata tunai dan gawai. Sedangkan penguatan situasi terwakili oleh kata bangkrut dan sekarat. Tatkala seseorang tiba pada situasi paling mengenaskan, tidak ada tempat yang lebih menyenangkan dan menenangkan selain bilik doa.
Kata-kata yang dipilih amat sederhana. Setiap hari sering kita dengar. Tidak ada makna lugas yang mengerutkan kening. Sementara metafora yang dipakai pun bukan metafora rumit atau pelik. Walaupun bukan juga metafora basi atau metafora yang sudah sering digunakan.
Kalian juga bisa mengulik tulisan iniuntuk menumpuk harta berupa kata.
Sekarang kita masuki bait atau larik penutup. Kita kembali pada pijakan rindu dengan metafora lapar. Pada larik akhir kita bisa bubuhkan tema tersembunyi yang sebenarnya sedang kita sasar. Sebuah tema yang lebih besar. Tema yang hanya kita sebut di ujung puisi. Tema itu adalah kondisi negara kita.