Coba kalian cermati alinea pembuka di atas. Meskipun saya tata kalimat di atas dengan baik, tetap berasa janggal karena "kata dan turunan bentuknya" muncul berkali-kali. Seolah-olah tiada lagi kosakata dalam bahasa Indonesia yang semakna dengan "katanya".
Kapan-kapan, kalian buka dan bacalah sebuah novel. Hitunglah berapa kali "katanya" muncul setelah petikan dialog. Hitung sampai kalian mual-mual. Kekeringan kosakata semacam itu bukan menimpa penulis belaka, melainkan melanda penyunting juga. Sebuah buku yang tiba di pangkuan kalian adalah hasil kolaborasi antara penulis dan penyunting. Itu fakta yang mustahil ditampik.
Perhatikan pula contoh berikut.
"Semoga pelaku dihukum setimpal," harap korban.
Sejak kapan kata harap beralih fungsi menjadi penanda dialog? Saya sering menemukan kata itu digunakan oleh jurnalis di portal atau di koran. Jika ingin memvariasi penanda dialog, jangan pakai kata yang keliru. Masih ada ucap, ujar, atau tutur. Masih ada sela, sanggah, atau bantah. Kalian tinggal memilih kata paling tepat yang sesuai dengan konteks tulisan dan makna yang kalian kehendaki. Maaf, saya tidak bermaksud mengungkap aib pemburu berita yang miskin kata. Tidak juga berniat menggurui. Tidak begitu. Saya hanya ingin menyuguhkan contoh.
Kalau kita rajin membaca, pada fase lebih kerap saya namai rakus membaca, kekeliruan semacam itu tidak akan terjadi. Membaca apa? Kalau malas membuka buku, apalagi kamus, cukup baca koran atau portal di gawai yang beritanya apik dibaca. Masih malas juga? Hmmm, menulis saja dengan kosakata terbatas. Dan, saya tertawa sambil geleng-geleng kepala ketika menulis kalimat tadi.
Apakah ada trik lain yang lebih instan?Â
Ada. Ambil kamus dan bakar, lalu tuangkan abunya ke dalam air, lalu aduk sampai rata, lalu reguk hingga tandas. Dan, saya kembali tertawa seraya geleng-geleng kepala. Ayolah. Kalian jangan ikut-ikutan kebiasaan "angkatan pemalas". Jangan juga memasuki "golongan kemaruk" yang dikasih satu trik masih merasa belum cukup. Padahal, itu sudah cukup asal dijalani dengan tekun.
Tanpa berniat sombong, sebenarnya ada cara instan untuk memperkaya kosakata. Baca saja beberapa tulisan saya. Bahkan tulisan receh ini juga menyajikan daftar kata. Kalau kalian cerdas, tinggal telusuri gambarnya di Pak Google, kemudian simpan. Begitu kalian butuh, tinggal buka dan gunakan. Enteng, kan?
Bagi kalian enteng, bagi saya tidak. Tabel-tabel yang saya sajikan adalah hasil dari kebiasaan saya mengulik kamus. Itu jelas-jelas bukan pekerjaan enteng. Butuh ketekunan, butuh kecermatan. Butuh waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Mengapa saya bagikan kepada kalian? Alasan saya sederhana. Berbagi itu membahagiakan.
Kata-kata saya kumpulkan, kemudian saya kelompokkan berdasarkan rumpun makna. Dokumennya saya namai Kamus Kecil Bahasa Indonesia. Kebiasaan itu bukan hobi dadakan, melainkan sudah tumbuh sejak saya masih di sekolah menengah. Sekarang sudah saya masak dan sajikan. Mari kita santap bareng-bareng. Kalian kenyang, saya senang. Sesederhana itu.