Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Surat Cinta untuk Mo Salah

21 Juni 2018   06:20 Diperbarui: 22 Juni 2018   13:08 991
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mohamed Salah sujud syukur merayakan golnya ke gawang Rusia (Foto: Patrick Smith-FIFA/GettyImages)

(Aku mulai menulis surat ini ketika laga antara Uruguay dan Arab Saudi baru saja usai. Aku yakin kamu menonton laga itu. Aku percaya hatimu berduka saat wasit meniup panjang peluit dan Uruguay meraup tiga angka.

Jangan berduka, Mo. Atau, kalaupun kamu merasa amat nelangsa sehingga duka sangat meraja, larikan sendumu pada larik-larik doa. Kita tidak pernah tahu apa yang akan dilimpahkan atau ditumpahkan Tuhan dalam garis takdir kita.)

Selamat pagi, Mo. 

Pagi sudah tiba. Indonesia, di kampungku, sedang memasuki pagi yang cerah. Semoga kamu juga menemukan kecerahan pagi dan keceriaan matahari.

Apa gerangan yang kamu bayangkan ketika kamu duduk di bangku cadangan dan, secara dramatis, negaramu dikalahkan oleh Uruguay? 

Kulihat gelisah berkilat-kilat di matamu. Kukira luka di bahumu belum sepenuhnya pulih. Kukira Cuper ragu-ragu memintamu terjun ke medan laga. Kukira hatimu meronta-ronta ingin membantu negaramu agar menang di laga pertama. Tak apa. Tabah saja.

Menyaksikan kekalahan memang tidak pernah mudah. Yang mudah itu merayakan kemenangan. Tetapi hadapilah dengan tenang. Ketenangan akan mengenalkan dan mengekalkan ketabahan. Mesti begitu. Semenyedihkan apa pun kekalahan yang kita hadapi.

Tidak usah kamu jawab pertanyaanku tadi. Ya, pertanyaan tentang apa yang kamu bayangkan melihat negaramu kalah di Piala Dunia. Sudahlah, lupakan saja.

Sebenarnya pertanyaan itu kutujukan bagi hatiku sendiri. Aku tengah membayangkan Indonesia, negaraku, bermain di Piala Dunia. Tapi mustahil. Di sini, pengurus federasi sibuk menjaring popularitas supaya mudah mencalonkan diri di Pilkada atau Pemilu.

Boro-boro memikirkan sepak bola!

Mohamed Salah (Foto: liverpoolfc.com)
Mohamed Salah (Foto: liverpoolfc.com)
Aku melihat air matamu menetes setelah digelut oleh Ramos. Aku kesal saat itu. Tetapi, aku tidak ikut menandatangani aduan ke FIFA dan UEFA untuk menghukum kapten Real Madrid itu. 

Kamu tahu sebabnya? Aku terkesima pada caramu mengelola kemarahan. Sungguh memesona. Hatimu penuh ketenangan dan kelembutan. Penuh permaafan dan pengampunan. Padahal, risiko akibat cedera itu dapat mengancam peluangmu ke Rusia.

Tuhan mendengar dan mengabulkan doamu. Kamu sembuh dan bisa turun ke lapangan kala negaramu melawan Rusia.

Sehat selalu, Mo.

(Ketika bagian ini kutulis, aku baru saja menyeduh kopi. Ada pahit dalam kopi, Mo, tapi masih saja dicintai dan dicari-cari. Hidup juga begitu. Meski jatuh berkali-kali, kita tidak pernah jera untuk berusaha bangkit.

Aku pernah membaca kisah masa kecilmu. Kisah itu mengapung di permukaan kopiku dan mengepung pikiranku. Kamu sudah mengungkit harapan anak-anak Mesir, dan mereka sekarang merawat harapan setabah merawat doa.)

Akhirnya kamu tampil melawan Rusia. Kukira kamu masih ragu-ragu. Kukira kamu masih takut-takut. Kukira kamu masih agak trauma.

Bahwa kamu masih ragu pada awal babak pertama, aku tahu musababnya. Bayangan cederamu dapat kambuh sewaktu-waktu pasti menghantui pikiranmu. 

Lalu, pelan-pelan kautemukan nyali. Keren. Berhasil melawan rasa takut itu luar biasa. Lalu, sepakanmu melenceng tipis di sisi kanan gawang Rusia. Kurasakan dadaku sesak. 

Gol tumpah ke dalam gawang negaramu. Gol bunuh diri dari lutut sang Kapten. Kukira Tuhan mengujimu. Kukira ujian itu dapat kamu pikul. Kamu sudah merasakan sakit sejak kecil dan berhasil melewatinya. Maka, kamu pasti sanggup melewati pahitnya angkat kaki lebih awal.

Kuat selalu, Mo.

Apa yang kamu bayangkan saat menempuh perjalanan dari Nagrig ke Kairo demi berlatih menyepak bola? 

Kamu sudah menentukan pilihan. Kamu korbankan masa remaja dan sekolahmu. Di Kairo, kamu belajar mengolah bola sekaligus belajar mengalah. Ya, mengalah hari ini demi masa depanyang lebih. Bukan untuk masa depan yang entah.

Bahkan kamu tinggalkan Chelsea demi peluang lebih sering  bermain di Fiorentina. Keputusanmu membuka mata banyak orang. Kamu sudah menunjukkan banyak hal. Maka, rayakanlah dengan berbahagia. 

Kekalahan Mesir dari Rusia tidak perlu membuatmu tenggelam dalam telaga duka. Jalan masih panjang. Usiamu baru 26 tahun. Hitung-hitung Piala Dunia di Rusia sejenis wisata spiritual untuk mengasah diri. 

Bahwa pada kalah kita belajar menyadari kekurangan. Bahwa pada kalah kita belajar menemukan kesalahan. Dan seterusnya, dan seterusnya.

Tabah selalu, Mo.

(Ketika sampai di sini, aku baru saja menonton caramu merayakan gol. Asal dari tanah, mencium tanah penuh kesadaran, dan matamu berkaca-kaca. Segala-gala yang kamu dapatkan sekarang memang patut disyukuri.

Tetapi, sujud syukurmu itu jauh melampaui sekadar cium-mencium tanah. Betapa pun Chelsea membuka pintu lapang-lapang buat kepergianmu, kamu tak menaruh rasa disia-siakan di dasar hati.)

Masih ada laga terakhir di Grup A. Mesir melawan Arab Saudi. Tidak usah memaksa diri kalau bahumu masih nyeri. Rasanya ngeri bila laga hiburan itu justru jadi jembatan bagi cedera baru. 

Setidaknya kamu sudah mencetak satu gol. Namamu sudah dicatat sejarah. Dulu ada satu negara yang gugur di babak penyisihan grup. Tidak bikin sebiji gol pula. Padahal statusnya juara bertahan.

Mending istirahat. Menang atau kalah sama saja, Mesir tetap gugur. 

Kamu sudah menunjukkan cinta. Sesuatu yang kini banyak hilang di sanubari penghuni bumi. Orang-orang berkoar-koar tentang cinta, kamu menunjukkan teladan tanpa menggurui. Itu luar biasa.

Kukira kamu tidak sekadar sujud syukur. Kukira kamu bukan semata-mata meniru gerakan dalam salat setiap menjebol gawang lawan. Pada hakikatnya, kamu sedang membahasakan dan membahanakan cinta.

Mohamed Salah sujud syukur merayakan golnya ke gawang Rusia (Foto: Patrick Smith-FIFA/GettyImages)
Mohamed Salah sujud syukur merayakan golnya ke gawang Rusia (Foto: Patrick Smith-FIFA/GettyImages)
Tabah selalu, Mo. 

Bila kamu sudah tiba di Kairo, tetaplah menonton Piala Dunia FIFA 2018. Aku tidak tahu apakah di Kairo ada Kacang Garuda atau tidak. Kalau ada, jangan nonton bola tanpa Kacang Garuda. Kalau tidak ada, gantilah dengan camilan lain. Atau, mau kukirimkan dari Indonesia? Hehehe.... 

Sehat selalu, Mo. 

Jaga kesehatanmu. Baik kesehatan tubuh maupun kesehatan tabah. Tetaplah menginspirasi anak-anak sedunia. Mana tahu lahir Mo-Mo baru--yang menyiarkan agama lewat teladan cinta.

Sebelum kututup surat ini, aku ingin menanyakan satu perkara. Dengar-dengar kamu dipinang dua raksasa Spanyol. Saranku, bertahanlah dalam satu cinta. Maksudku, bertahan dululah di Liverpool. Kalaupun harus pergi, ke Barca saja. 

Terima kasih, Mo.

(Kututup surat ini dengan satu kalimat yang sangat kusuka. Kalimat yang dulu kucantumkan dalam cerpen Gadis Pakarena.

Cinta tak mengenal kata tetapi. ~ Khrisna Pabichara)

Kandangrindu, 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun