Saya pernah ditantang oleh teman sepermainan (bukan main hati, ya) untuk menulis puisi tentang laut dan cinta di Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Tanpa konsep dan langsung dibacakan. Karena sudah terbiasa, saya langsung melakukannya. Puji Tuhan, orang-orang bertepuk tangan. Bahkan ada yang bersuit-suit.
Tanpa berniat sombong atau pamer (padahal saya sombong dan suka pamer), saya pernah ditantang teman berteater untuk membuat puisi tentang kehilangan. Diksi yang mesti ada ialah air mata, luka, doa. Tidak cukup seperempat jam sudah kelar. Meskipun sajak itu, Riwayat Luka, sempat puluhan kali saya ubah dalam rentang 10 tahun.
Ini tantangan sederhana saja. Itu juga kalau kamu mau dan mampu. [Khrisna]
Kota Gerah, 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H